Sisilah Keluarga Diraja Kerajaan Johor 1780-1827
HAL ihwal silsilah keluarga diraja kerajaan Riau-Lingga-Johor-dan Pahang (yang nama awalnya Kerajaan Johor) tidak hanya menjadi perhatian penulis-penulis kronik istana seperti Raja Ali Haji dan ayahnya Raja Ahmad, atau penulis kronik istana Johor periode sebelumnya seperti Engku Busu yang karyanya menjadi rujukan Raja Ali Haji dan ayahnya saja.
Terlepas dari kepentingan politik kolonial yang ada di sebaliknya, tak sedikit pejabat kolonial Belanda yang pernah bertugas di Negeri Riau-Tanjungpinang, mulai dari Resident di tingkat yang paling tinggi hingga Controleur di jenjang yang paling rendah, menaruh minat yang besar terhadap sejarah dan silsilah keluarga istana Riau-Lingga-Johor-dan Pahang. Dan memang, kebanyakan dari mereka yang dikirim bertugas di Negeri Ria (Tanjungpinang) oleh Batavia, adalah orang-orang yang fasih dalam hal sejarah, kebudayaan, dan bahasa Melayu.
Dari sejumlah nama yang dikenal, yang paling terkenal mungkin adalah Resident Eliza Netscher melalui karyanya yang berjudul Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Belanda di Johor dan Siak 1602 hingga 1865 (1870), dan seorang pegawai bahasa (Taalvorser) yang kemudian juga pernah menjadi Resident Riouw di Tanjungpinang, Hermann von De Wall, yang tunak meneliti bahasa Melayu Riau dengan bantuan Raja Ali Haji dan Haji Ibrahim dari Pulau Penyengat.
Kutubkhanah minggu ini akan memperkenalkan sebuah sumbangan seorang Resident Riouw di Tanjungpinang yang menulis manuskrip silsilah ringkas dan sejarah keluarga istana Riau-Lingga ketika masih bernama Rijk van Djohoor (Kerajaan Johor): sebuah manuskrip yang ditulis dalam bahasa Belanda pada tahun 1872.
Koleksi Warisan KITLV
Judul lengkap manuskrip ini adalah Korte Genealogie der Vorstelijke Familie van het Rijk van Djohor (selanjutnya disingkat Korte Genealogie), yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Melayu kira-kira artinya adalah Silsilah Ringkas Keluarga Diraja Kerajaan Johor.
Hingga kini diketahui hanya ada dua manuskrip Korte Genealogie. Dulu keduanya berada dalam simpanan Perspustakaan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) di Leiden, dan kini menjadi bagian dari koleksi warisan KITLV yang disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Menurut catatan dalam katalog lama KITLV, manuskrip ini ditulis pada tahun 1827.
Manuskrip pertama bernomor katalogus H (Handschriften) 369 dan ditulis di atas kertas Eropa setebal 36 muka surat. Ada pun manuskrip kedua yang merupakan hadiah dari J.D. van Herwerden kepada Perpustakaan KITLV-Leiden pada 1878, bernomor katalog H 492 yang tebal juga 36 halaman.
Kondisi kertas dan tulisan manuskrip ini masih sangat baik dan jelas terbaca. Selain dalam bentuk manuskrip asli, keduanya juga tersedia dalam format alih media berupa microfis (aanwezig op microfiche).
L.C. von Ranzow
Nama lengkap penulis manuskrip ini adalah Lodewijk Carel des H.R. Rijksgraaf von Ranzow. Dalam katalogus manuskrip Melayu dan kepustakaan tentang sejerah Riau-Lingga biasanya disingkat menjadi L.C. von Ranzom. Siapa von Ranzow?
Dari nama dan gelar yang melekat pada pada nama batang tubuhnya, berkemungkinan besar ia adalah keturunan bangsawan Jerman. Lahir di daerah Manaar dalam wilayah Sri Lanka pada 13 Desember 1787. Pada 29 Mei 1822 ia menikah dengan Wilhelmina Koek yang lahir di Melaka.
Dua tahun setelah pecahnya pemberontakan Arung Bilawa di Negeri Riau-Tanjungpinang antara tahun 1820 hingga 1827, L.C. von Ranzow bertugas di Tanjungpinang sebagai Resident Riouw. Ia menggantikan Resident G.E. Konigsdorffer yang telah bertugas di Tanjungpinang sejak 1819 hingga 1822. Von Ranzow wafat di Batavia pada 2 Januari 1865.
L.C. von Ranzow adalah salah satu contoh Resident Riouw pada pada fase-fase awal yang sangat akrab dan dekat dengan keluarga istana Diraja Johor di Lingga dan Pulau Penyengat. Oleh karena itu, bukan tanpa alasan bila ia mampu menulis silsilah keluarga diraja Riau-Lingga sejak masa Sultan Mahmud Ri’ayatsyah hingga zaman ia bertugas di Tanjungpinang: semuanya dimungkinkan karena ia berhubungan langsung dengan bahan sumber informasi tangan pertama.
Keakraban dan dan kedekatan hubungan itu masih terus terjalin meskipun kemudian ia berpindah tugas sebagai Asistent Resident di Bengkulu (1827) dan Sumenep (1828).
Kadar kedekatan hubungan antara resident L.C. von Ranzow dengan keluarga diraja istana Riau-Lingga di Pulau Penyengat, barangkali dapat disimak dalam sepucuk suratnya sebagai Asisten Resident Sumenep di Madura kepada Yamtuan Muda Raja Jakfar di Pulau Penyengat pada tarikh 6 Muharam 1244 bersamaan dengan 19 Juli 1828.
Walaupun telah berada jauh di Sumenep, von Ranzow masih manuruh rasa hormat yang tinggi kepada Yamtuan Muda Raja Jakfar dan istrinya yang bernama Tengku Lebar, yang ia sapa Tuanku Lebar. Demikian pula halnya kepada Sultan Abdulrahman dan bundanya yang bernama Encik Maryam di Lingga.
Bahkan ia menyapa Engku Puteri Raja Hamidah dengan panggilan emak, dan pernah ia hadiahkan satu tong ikan bandeng dari Madura, seperti terungkap dalam bait-bait penutup suratnya kepada Yamtuan Muda Raja Jakfar: “…dan lagi banyak-banyak kita punya tabek dengan segala hormat serta cinta hati kita punya sahabat dan yang seperti kita orang punya emak yaitu Tuanku Puteri… hanya kita ada kirim ikan bandeng isinya tiga tong: kepada sahabat sendiri satu tong, kepada Tuanku Putrei satu tong…”.
Bukan itu saja. Ketika di Tanjungpinang, istri von Ranzow juga sangat akrab dengan Tengku Lebar dan Engku Puteri Raja Hamidah. Kalaulah demikian kenyatannya, apakah masih diragukan bila orang Belanda keturunan Jerman ini mampu menuliskan silsilah keluarga diraja Riau-Lingga yang ketika itu masih mereka sebut Rijk van Djohoor (Kerajaan Johor)?
Korte Genealogie: Silsilah Plus
Kandungan isi dua versi manuskrip Korte Genealogie warisan koleksi KITLV, seperti dicatat oleh L.C. Graaf von Ranzow pada bagian pembukanya, sama. Diawali dengan silsilah Sultan Mahmoed Sha atau Sultan Mahmud Ri’ayatsyah (1780) yang bersambung kepada nama-nama tokoh penting di istana Johor (Riau-Lingga-Johor-Pahang) yang hidup hingga akhir bulan April 1827, atau ketika von Ranzow diberhentikan dengan hormat sebagai Resident van Riouw yang digantikan oleh seorang dari kalangan militer bernama C.P.J. Elout.
Silsilah dalam narasi yang dimuat dalam Korte Genealogie ini dibuka dengan sejarah ringkas Sultan Mahmud Ri’ayatsyah di Lingga dan zuriatnya melalui empat orang istrinya yang berkelindan dengan penjelasan hubungannya dengan keluarga pihak Temenggung Johor di Pulau Bulang. Setelah itu secara berturut-turut dilanjutkan sengan uraian mengenai silsilah keluarga Yamtuan Muda Raja Jakfar di Pulau Penyengat, silsilah Raja Dries (Raja Idris) saudara Raja Jakfar yang membuat istana di Pulau Senggarang, silsilah Raja Ahmad ibni Raja Haji Fisabilillah, dan lain sebagainya.
Silsilah keluarga diraja Johor ini ditutup dengan deskripsi tentang sejarah ringkas dan silsilah Raja Isa atau Nong Isa yang rupanya juga pernah menjadi Kelana atau calon Yamtuan Muda Riau(opvolger) untuk menggantikan posisi Yamtuan Muda Raja Jakfar kelak di kemudian hari.
Selain silsilah yang berkenaan dengan keluarga diraja Johor, dalam Korte Genealogie ini, juga diuraikan sejarah dan silsilah singkat orang-orang penting istana Johor ketika itu, seperti: Ulama Besar (De Hooge Proester) istana Johor dan sekaligus guru Engku Puteri bernama Syekh Abdul Wahab Siantan yang berdarah Minangkabau; kemudian diuraikan juga Raja Indra Bungsu; Raja Tua; Datuk Suliwatang di Lingga; Datuk Penggawa yang bermastautin di Pulau Penyengat; dan Datuk Laksamana yang bermastautin di Daik-Lingga.
Secara keseluruhan, Korte Genealogie tidak seperti silsilah lazimnya sebagai sebuah bagan ranji atau ‘pohon keluarga’ yang tersusun bercabang-cabang bagaikan cabang dan ranting sebatang pohon. Oleh karena itu, Korte Genealogi juga dapat disebut sebagai sebuah ‘silsilah plus’ yang dilengkapai dengan deskripsi biografis dan historis anggota cabang-cabang cabang keluarga diraja dan orang-orang penting di sekitarnya.
Berbeda dengan manuskrip Korte Genealogie nomor H 492, maka manuksrip Korte Genealogienomor H 369 dilengkapi dengan empat halaman lampiran berjudul, Opgave der Voornaamste Eilanden van het Rijk van Djohoor benevens dezelfs Bevolking en Voorbrengsels (Pemberitahuan atau laporan tentang pulau-pulau penting yang utama di Kerajaan Johor beserta penduduknya dan hasil-hasil yang dikeluarkannya).
Dalam lampiran opgave tersebut, tercatat nama empat puluh dua (42) pulau dan daerah terpenting di kerajaan Djohoor pada tahun 1827. Selain pulau besar di wilayah Kepulauan Riau-Lingga, juga tercakup didalamnya Singapura, Johor, dan Pahang di tanah Semenanjung. Nama pulau dan tempat-tempat enting itu dilengkapi pula dengan nama-gelar ‘penguasa tempatannya’ dan jumlah penduduknya pada ketika itu.
Total jumlah penduduk di kawasan-kawasan utama kerajaan Johor pada tahun 1827 adalah 82.978 jiwa. Konsentrasi jumlah penduduk terpadat terdapat di Pahang (20.000 jiwa); Eiland Bintangatau Pulau Bintan (13.321 jiwa); Eiland Mantan atau Pulau Mantang (12.500 jiwa); dan Eiland Linga atau Pulau Lingga (10.000 jiwa).
Selain Yamtuan Besar Sultan Abdulrahman yang memerintah di Lingga, Yamtuan Muda Raja Jakfar di Pulau Penyengat, Bendahara di Pahang, dan Temenggung Johor di Singapura, pada ketika itu masing-masing wilayah pulau di luar empat ‘kawasan utama’ itu dipimpin oleh seorang kepala (Hoofden) tertentu pula.
Pulau Serasan umpamanya, dikepalai oleh Orang Kaya Ibrahim; Siantan oleh Datuk Pangeran Moehamad; Pulau Singkep dan Sekanak oleh Datuk Suliwatang; Pulau Mepar oleh Orang Kayadan Penghulu Hamba Raja; pulau-pulau seperti Mantang, Buru, Moro, Sugi, Pekaka, dan Manda (Mandah) serta Igal di Pesisir Timur Sumatra dikepalai oleh seorang yang bergelar Batin.***