( Geliat Perlawanan Islam di Jalur Rempah )
Kesultanan Melayu Riau ( 1722- 1912 ) yang ibukota terakhirnya di pulau Penyengat, di muara Sungai Carang, adalah kerajaan Islam. Bagian dari sejarah Indonesia. Dan berpusat di Kepulauan Riau, diwilayah strategis Selat Melaka, dan salah satu jalur rempah Nusantara. Namun nasibnya sangat tragis pada masa akhir kesultanan ini.
Sultan terakhirnya Abdul Rahman Muazzam Syah ( SARM ) II ( 1885-1912) telah dimakzulkan oleh Belanda. Dengan pemakzulan itu, maka tamatlah kesultanan ini. dan sekarang hanya dikenal sebagai Propinsi Kepulauan Riau.
Mengapa Sultan Abdul Rahman Muazam Syah II dimakzulkan oleh Belanda ? Apakah semata mata karena dia menolak menandatangani kontrak politik 1910 dengan Belanda, seperti yang ditulis E Nietsher, sejarawan Belanda dalam bukunya “ Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 “ ? Atau ada faktor lain ?
Berdasarkan catatan sejarah yang ada, paling tidak ada 5 alasan lain, yaitu nasionalisme, semangat pan islam atau othmanisme, aliansi bugis nusantara, pemberontakan budaya yang dipelopori oleh Rusdiyah Club dan bangkitnya kembali feodalisme Melayu melalui doktrin Bukit Siguntang, yang menjadi faktor mengapa Belanda memutuskan segera memakzulkan SARM. Sedangkan penolakan penanda tanganan kontrak politik 1910 itu, ibarat retak menunggu belah.
Hakekat kelina faktor itu adalah : Belanda mencium adanya semangat nasionalisme yang berazazkan islam yang bangkit dari pulau kecil, Penyengat Inderasakti, yang jadi pusat pemerintahan kerajaan Riau, yang dipelopori oleh Rusdiyah Club, sebuah perkumpulan para intelektual Islam yang ada di Riau. Dan bagi Belanda semangat ini berbahaya kalau menyebar dan mempengaruhi wilayah jajahan Belanda yang lain. Karena itu Belanda perlu mendatangkan seorang Snoug Hagronye , arsitek penaklukan Aceh, untuk meminta nasehat dan saran bagaimana menghadapi masalah ini.
Salah satu indikator perlawanan SARM itu, adalah keputusan SARM , tahun 1900, memindahkan ibukota kerajaan Riau dari Daik Lingga, ke pulau Penyengat Inderasakti, ke depan batang hidung kantor Residen Belanda, di Tanjungpinang itu.
Tindakan itu dicurigai mengandung maksud tersembunyi dan bernuansa politis yang dapat mengancam keberadaan penjajah Belanda. Paling tidak dengan kedudukan yang baru itu, ARM dapat memonitor dan memata matai apa yang dilakukan Belanda, menemukan kelemahan pertahanan Belanda yang sewaktu waktu dapat dipakai sebagai strategi untuk menyerang Belanda, seperti yang pernah dilakukan Sultan Riau Mahmud Riayat Syah ( SMRS ) dengan bantuan para lanun Tempasuk tahun 1787 menyerang Belanda di Tanjungpunang atau Pemberontakan Arong Bilawa tahun 1823, sebagai balas dendam atas tindakan semena mena Belanda pada Engku Puteri Raja Hamidah.
Belanda beranggapan, kalau saja ARM dapat mempersenjatai benteng Bukit Punggawa dan Bukit Kursi di Penyengat dengan meriam meriam besar dan moderen seperti meriam yang dipakai kerajaan Turki Othmani ketika menaklukkan Konstantinopel, maka dengan mudah benteng Belanda dan kantor Residen Belanda di Tanjungpinang akan dihancurkan.
Belanda mencium gelagat munculnya gerakan Turkisme atau PAN Islam ketika SARM setuju mengirim sejumlah pembesarnya dan kerabat kerajaan pergi dan belajar ke Turki dan Mesir, dua negeri yang merupakan pusat kebangkitan Islam Internasional yang sangat ditakuti.
Belanda mencium adanya gerakan “ Menturki “ kan Riau. Apalagi setelah ada informasi bahwa Raja Ali Kelana ( RAK ) sepulangnya dari Mesir dan Saudi Arabia, telah ditunjuk sebagai Amir untuk Amirat kesultanan Turki Othmani di Timur jauh, termasuk kawasan semenanjung dan Riau.
SARM dituduh mendukung penuh berdirinya Rusdiyah Club ( RC ) sebagai pusat gerakan intelektual dan pemikiran moderen Riau dibawah pimpinan Raja Ali Kelana ( adik SARM lain ibu ) dan bahkan Tengku Usman, putera SARM yang baru pulang belajar dari Al Azhar, Mesir telah dijadikan Ketua RC . Pidato pengukuhannya sebagai ketua RC itu sangat menakutkan Belanda karena sudah memasukkan sikap anti penjajah dan nasionalisme Islam yang dia bawa dari Mesir.
Apalagi RC kemudian menjadi arsitek dari sikap pembangkangan ARM terhadap belanda dalam penolakan pembaharuan kontrak politik 1910.
SARM dan kelompok intekektual Riau, dituduh secara diam diam telah melakukan perlawanan kultural dengan cara menentang pengibaran bendera belanda di istana dan dikapal dinasnya. Bendera Belanda telah dikibarkan lebih rendah dari bendera kerajaan Riau. Peristiwa yang dikenal sebagai peristiwa bendera ini, ujud dari Perlawanan senyap Riau dan telah memaksa Residen Belanda di Tanjungpinang mengirim laporan panjang kepada Gubernur Jenderal Belanda dan menyarankan agar Penguasa di Batavia, meminta nasehat dari Dr Snoug Hagronye , penasehat perang Belanda ketika melawan Aceh.
Dr Snoug Hagronye menyarankan agar SARM segera diturunkan dari tahtanya dan RC dibubarkan. Tindak tanduk Raja Ali Kelana dan kelompoknya diawasi dan dibatasi .
Belanda menuduh SARM ingin menghidupkan kembali jabatan Yang Dipertuan Muda ( YDM ) yang sudah dihapus Belanda, ketika YDM XI Raja Mohd Yusuf wafat.
Seharusnya yang menggantikan RM Yusuf Al Ahmadu sebagai YDM XII adalah Raja Ali Kelana ( karena itu dia memakai gelar Kelana ). Tapi Belanda keberatan dan menolak RAK dan bahkan meminta SARM nenghapus jabatan YDM. Cukuplah baginya Sultan saja sebagai Yang Dipertuan Besar.
Belanda sangat takut pada tokoh Riau yang satu itu dan menilai sepak terjangnya berbahaya, apalagi setelah RAK dan tokoh lainnya mendirikan RC di penyengat, dan dia dianggap sebagai tokoh dibelakang layar semua sikap pembangkangan SARM, yang sudah tampak sejak mulai dilantik menjadi Sultan.
Apalagi RAK kemudian diangkat ARM sebagai Ketua Dewan Kerajaan Riau, yang sangat menentukan arah pemerintahan kerajaan Riau.
ARM dikatakan sedang membangun aliansi dengan kekuatan Bugis Perantau di Indonesia yang juga sedang membangkitkan kembali semangat anti belanda sebagai balas dendam atas kekalahan mereka dalam Perang Makassar. SARM adalah sultan kerajaan Melayu yang berdarah Bugis. Dia buyut dari Daeng Celak, YDM II . Karena itulah, ketika akan memakzulkan ARM Belanda mengirimkan angkatan perang yang besar ke Penyengat Inderasakti , karena mendapat kabar ada kekuatan perantau Bugis yang sedang menuju Riau atas permintaan
SARM. Untuk itu Belanda segera menduduki istana dan gedung RC, meskipun ARM sedang pergi ke Lingga. Dan pemakzulan itupun dilakukan digedung RC sebagai simbol Belanda sudah menaklukkan Riau dan membungkan para pembangkang
Belanda tampaknya masih trauma dengan perlawanan orang orang Melayu dan Bugis, dan belum bisa melupakan aib ketika mereka kalah dalam perang Riau, 1782-1784, dimana kekalahan itu menurut pakar sejarah mereka sangat memalukan.
Gerakan melayu bugis baru ini, atau gerakan perantau bugis ini adalah gerakan para tubaji , gerakan intelektual keturunan melayu bugis sebagaimana dikatakan oleh pakar sejarah melayu bugis, Dr Mukhlis PaEni
Keputusan memakzulkan SARM adalah tindakan Belanda mencari pembenaran politik untuk melanggar dan meniadakan semua kontrak politik sebelumnya, agar mereka bisa menguasai Riau secara penuh. Dan menggunakan perjanjian politik 1784 dan 1818 sebagai dasar untuk menguasai Riau dimana dalam perjanjian itu dikatakan bahwa Riau adalah negeri vazal ( pinjaman ) . Bila penguasa Riau melawan , maka hak pinjaman itu akan dicabut, dan Sultannya dimakzulkan.
Tahun 1857 dengan alasan membangkang, Sultan Riau Mahmud Muzaffar Syah ( MMS ) juga dimakzulkan.
Berdasarkan laporan para Residen nya yang ada di Riau, Belanda menyimpulkan kesultanan Riau sedang menjadi salah satu pusat gerakan nasionalisme anti Belanda, dan mencurigai Inggris dan Jepang ada dibelakang gerakan ini. Karena berbagai pertemuan rahasia tokoh melayu Riau dengan tokoh melayu lainnya dilakukan di Singapura
ARM juga dituding sedang membangun aliansi kemelayuan dengan kerajaan Melayu Islam lainya di semenanjung tanah Melayu, terutama dengan Terengganu, benteng negeri melayu yg tak dapat ditaklukkan oleh Belanda, dan Inggris . ARM dan Melayu Terengganu yang menjalankan gaya politik yang islami tapi ortodoks , merupakan kekuatan yg sangat berbahaya.
SARM dikatakan sedang meneruskan semangat pembangkangan datuknya, Mahmud Muzaffar Syah ( MMS ), yang bercita cita membangun kembali imperium Melayu yang berpusat di Riau, dan menegakkan kembali doktrin Sumpah Setia Bukit Siguntang ( 1292), sebagai kekuatan pemersatu yang telah terbukti mewujudkan imperium melayu selama hampir 8 abad ( 1190 – 1946 )
SARM yang dimakzul 1911, telah menyingkir ke Terengganu dan kemudian ke Singapura, dan meneruskan perlawanan. Dia dibantu adiknya RAK dan sepupunya Raja Khalid Hiram ( RKH ) dan anaknya Tengku Besar Usman dan Tengku Umar. RAK sempat pergi ke Turki, RKH ke Jepang mencari dukungan dunia islam dan Asia Raya, tapi gagal.
SRAM wafat 1937 di Singapura, setelah berjuang dengan berbagai cara untuk merebut kembali tahta dan kerajaannya , termasuk mengusulkan cucunya sebagai Sultan Riau. Tapi Belanda terus menolak, sampai akhirnya SARM wafat di Singapura.
Tokoh pembangkang ini kemudian hampir dilupakan sejarah, terutama sejarah nasional Indonesia, meskipun dia memerintah cukup lama , sekitar 27 tahun, dan telah dimasukkan Belanda sebagai salah satu musuh besar dan berbahaya meskipun tidak melawan dengan senapang.
Kegagalah SARM merebut kembali tahta kesultanan Riau dari tangan Belanda, menyebabkan Penyengat lnderasakti kini hanya menjadi sebuah kelurahan, meskipun sebuah pulau yang bersejarah . Dari sinilah bahasa Melayu telah dibina dan dikembangkan menjadi bahasa Melayu tinggi, dan kemudian menjadi cikal bakal bahasa kebangsaan Indonesia. Dari pulau yang luasnya hanya 2 km persegi ini lah lahir ratusan buku dan manuskript yang merupakah warisan sejarah yang tak terbilang nilainya. Karya karya yang besar yang melintasi zaman , seperti Gurindam XII, dan lainnya.
Tanjungpinang, 24 Juli 2021
Rida K Liamsi
Budayawan Melayu / Anggota Kehormatan MSI
Sumber rujukan :
- Sejarah Riau , Mukhtar Lutfi, dkk, 1977
- Kerajaan Riau Lingga, Mohd Zen dkk, 2005
- Sejarah Melayu, Ahmad Dahlan, 2014
- Prasasti Bukit Siguntang dan Badai Pilitik di Kemaharajaan Melayu, Rida K Liamsi, 2015
- Mahmud Sang Pembangkang, Rida K Liamsi, 2017
- Selak Bidai, Kepak Subang Tun Irang, Rida K Liamsi, 2018
- Luka Sejarah Husin Syah, Rida K Liamsi, 2019
*) Kertas kerja ini disampaikan pada Seminar Internasional CIN : Spiritual Traces ang Intelektual Networks on Spice Route , 30/31 Agustus 2021.