Natuna : Dari Serindit ke Poros Maritim Dunia

Seperti juga Bintan, Lingga dan Karimun, maka Natuna punya jejak sejarah yang panjang dan penting  dalam bentangan sejarah Indonesia. Artinya,  jika kita  bicara tentang  sejarah indonesia, maka Natuna dan jejak sejarahnya, tak bisa disisihkan. Apalagi dalam konteks  poros maritim indonesia, Natuna dan Anambas  adalah poros  utamanya. Anno domini 2021, Natuna merupakan salah satu titik kawasan pembangunan strstegis, satu dari 26 titik lain di Indonesia. Di titik Natuna ini ada 11 kecamatan  yang ditetapkan sebagai kawasan  terluar indonesia. Begitu penting dan strategisnya kawasan Natuna ini. 

Tapi sebelum ini, bahkan sebelum berdiri sebagai kabupaten sendiri, tahun 1999, Natuna, bukan  apa-apa. Hanya salah satu gugusan pulau di Pulau dengan empat  pulau besar: pulau Bunguran (terbesar di Kepri), Serasan, Subi dan Midai. Sedangkan 3 pulau besar lain : Siantan, Jemaja, dan Tembelan. Nama Natuna pun  jarang disebut.  Orang lebih tahu Pulau Tujuh dan Ranai, ketimbang  Natuna.

Pulau Tujuh  sudah dikenal sejak zaman Sriwijaya, sebagai salah satu tempat persingahan  kapal-kapal  dagang dari Cina ke  Selat Melaka, ke  Laut Jawa, dan sebaliknya. Karena itu nama Natuna dikatakan berasal  dari bahasa Cina, Nan Toa atau Pulau Besar, dan nama itu dikatakan diberi  I Tsing, salah seorang pengembara Cina yang terkenal dan pernah belajar agama Budha sampai  ke  Sriwijya. Dan pernah singgah di pulau ini dalam pelayarannya ke Palembang. Begitu juga jetika kembali ke Cina

Ketika  Sriwijaya runtuh, Pulau Tujuh  jatuh ke tangan  Mojopahit. Karena itu ada cerita rakyat yang menyebutkan nama Pulau Besar itu diganti menjadi pulau Serindit (Burung  kecil rumpun burung bayan) karena di pulau  itu banyak burung Serindit dan nama  pulau Serindit itu kononnya diberi  oleh Raja Mojopahit yang pernah terdampar di pulau itu.       

Awal abad 17 Nama Pulau Serindit berubah lagi menjadi pulau Bunguran,  ketika seorang Puteri Kerajaan Johor, terdampar di pulau itu dalam perjalanannya ke Pulau Zulu di selatan Filipina. Dayang Ayesha namanya (ada juga yg mengatakan Engku Fatimah). Ketika membangun kediamannya di pulau itu,  dia memakai kayu kayuan dari pohon Bungur, karena itu kemudian tempat itu dinamakan  pulau  Bunguran. Meskipun nama Bunguran sudah disebut dalam Salalatus Salatin ketika Tok Bunguran dan Tun Jana Khatib bertemu dengan Raja Singapura.

Pulau Tujuh  sendiri adalah nama yang sudah ada sejak zaman Mohopahit, setidaknya itu tercatat dalam buku sejarah Melayu (Salatus Salatin-Tun Seri Lanang, 1612). Nama ini merujuk  pada tujuh pulau  besar yang  ada di sana. Siantan, Jemaha, Bunguran, Subi , Midai dan Tambelan. Nama Siantan dan Jemaja juga ada dalam Hikayat Hang Tuah (1765). Pulau Tujuh  kemudian, sekitar tahun 1456,  dihadiahkan  Batara Mojopahit kepada Menantunya, Mansur Syah, Sultan  Melaka. Kemudian Mansyur Syah menugaskan Laksamana Hang Tuah menjadi  penguasa di ketujuh pulau itu. Sejak itu Pulau  Tujuh menjadi  negeri pegangan Laksamana.

Ketika Melaka  jatuh ke  tangan Potugis, 1511, dan Sultan terakhir  Melaka , Alaudin Riayat  Syah II pengganti Mahmud Syah, mendirikan kerajaan Johor, tahun 1528, maka Pulau Tujuh masuk dalam kekuasaan Johor, dan tetap menjadi negeri  pegangan Laksamana.

Untuk menjaga pulau-pulau  itu dari jarahan para lanun, memungut uoeti, dan tugas lainnya, maka ditujuk para Datuk Kaya sebagai pemimpinnya. Para Datuk kaya itu diangkat dan  dilantik oleh Sultan dan diberi gelar bangsawan. Datuk kaya di Siantan misalnya  diberi gelar Datuk Kaya Dewa Perkasa. Datuk kaya di Bunguran digelar Datuk Kaya Dara Mahkota. Di pulau Subi diberi gelar Datuk kaya Lela Pahlawan, dan gelar lain lain di Midai , Serasan  dan Tembelan.

Pada masa kerajaan Johor inilah Puteri Johor Dayang Ayesha (mungkin nama sebenarnya Dayang Aisyah) itu terdampar  dalam perjalanannya sebagau calon permaisuri Sultan Zuku ke  kerajaan Sulu di selatan Mindanoai, Filipina. Para pengawalnya tang terduri dari 40 perahu prajurit  Johor, ada yang ikut terdampar di Pukau Serindit , dan ada yang tersesat  jauh sampai ke Brunai, Borneo utara, dan kepulauan lain dikerajaan Zulu. Dari sisa para prajurit Johor yang tersasar inilah dikatakan asalnya orang Bajau. Mereka takut kembali ke Johor dan  memilih hidup mengembara di laut, sama seperti suku laut yang ada di kepulauan Riau, seperti yang ditulis AB Lapuan dalam bukunya: Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut.

Ketika Sultan Johor terakhir Abdul Jalil  Rahmat Syah atau Raja Kecik (1719-1721) kalah dalam perang saudara melawan  Tengku Sulaiman yang dibantu bangsawan Bugis Luwu (Daeng Marewa lima  bersaudara) pulau Tujuh jatuh ke tangan Tengku Sulaiman dan menjadi bahagian dari kerajaan Riau (1722-1912). Kedudukan Datuk Kaya tetap dipertahankan.

Tahun 1911, Ketika Kerajaan Riau dikuasai Belanda, jabatan  Datuk Kaya dihapus  dan diganti dengan Amir. Pulau Tujuh menjadi sebuah Distrik yang dipimpin seorang Controleur yang berkedudukan   di Sedanau dan tahun 1918, pindah ke  Tarempa di Pulau Siantan. Pulau Bunguran dibagi dua.  Natuna Utara ibukotanya Ranai, Natuna Selatan ibukotanya Sedanau. Sementara Tambelan masuk ke Distrik  Tanjungpinang .

Di zaman Perang Dunia II  dan zaman Jepang, Pulau Tujuh  termasuk pusat pertempuran yang penting dan steategis . Baik di mata Jepang maupun sekutu. Kota Tarempa di Siantan di bom Jepang seminggu setelah bom jatuh di Pearl  Harbour. Pulau Subi di bom dan kemudian dijadikan pangkalan  angkatan udara Jepang untuk menyerang  Kalimantan Utara (borneo utara), Filipina  dan daratan asia selatan, seperti Burma dan Kamboja. Di laut pulau Senoa banyak  kapal perang   yang tenggelam atau kandas menabrak karang, salah satu adalah sebuah kapal perang  Rusia.

Di era NKRI, pulau Tujuh menjadi sebuah kewedanaan dan  masuk kabupaten Kepulauan Riau , Propinsi Sumatera Tengah. Kemudian tahun 1958, menjadi bahagian propinsi Riau yang beribukota di Pekanbau. Tahun 1966, status kewedanaan dihapus dan Pulau Tujuh berada dalam wilayah kabupaten Kepulauan Riau , dengan  7 kecamatan  , karena Bunguran jadi dua kecamatan, Bunguran Timur fan Bunguran Barat. Sementara  Tambelan  gabung ke Tanjungpinang. 

Tahun  1999 , setelah mubes  Rakyat Kepri di Tanjungpinang, yang menuntut agar Kepri menjadi propinsi  sendiri  dan lepas  propinsi Riau,  dan eks kewedanaan menjadi kabupaten sendiri, Pulau Tujuh  menjadi kabupaten. Tapi namanya kabupaten Natuna, bukan Pulau Tujuh meskipun wilayah administratif pemerintahannya adalah wilayah eks kewedanaan Pulau Tujuh. Nama Pulau Tujuh tinggal sejarah.

Tahun 2008, kabupaten  Natuna dimekarkan lagi,  menjadi Natuna dgn ibukotanya Ranai, dan Anambas  dgn ibukotanya, Tarempa . Tujuh pulau besar yang dulu jadi kedudukan  Datuk Kaya, menjadi kecamatan. Siantan dan Jemaja masuk Anambas, sementara Bunguran Timur, Bunguran Barat, Serasan, Subi dan Midai masuk Natuna. Sedangkan Tambelan tetap masuk kabupaten Kepri.

Sejarah  Natuna ini memang panjang. Paling tidak sudah 14 abad, jika dicatat dari kedatangan I Tsing. Meskipun pulau itu baru didiami tahun 1200 ketika jejak pendatang dari  Siam dan Campa sampai di pulau  ini. Mungkin penduduk asli orang  Melayu sudah ada di sini. Baik berdasarkan tiori  lama,   karena Natuna dekat dengan Indo Cina dari mana,  bangsa melayu dikatakan berasal. Maupun teori baru tentang Benya Sunda dari mana bangsa melayu sudah ujud 2000 tahun sebelum masehi. Dan sejarah  panjang  ini memang harus ditulis, karena  ini merupakan dekumen penting  untuk membuktikan Natuna ini memang  wilayah Indonesia. Hanya bukti dan cerita sejarah ( historic title ) yang dapat dipakai sebagai bukti kuat dalam  menghadapi sengketa dan klaim negara lain, jika terjadi sengketa, mengingat rawannya Laut  Natuna  utara sebagai kawasan konflik politik.

Memang sudah ada buku sejarah  tentang Natuna dan kawasan pulau tujuh yang ditulis, salah satunya “ Sejarah Wilayah Perbatasan Kepulauan Natuna, Mutiara di Ujung Utara (Djoko Marihandono dkk ), terbitan Direktorat Sejarah, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud, 2019, disamping  buku sejarah tempatan seperti yang  ditulis  Wan Tarhusin dll, (2004), meskipun buku buku itu harus dibaca dengan hati hati dan kritis, serta harus bersandar pada kesadaran bahwa sejarah Natuna dan Pulau Tujuh adalah bahagian dari sejarah Kepulauan  Riau, bahagian dari sejarah Kesultanan Riau dan sejarah Indonesia, sejarah Nusantara.

Nama  Natuna memang baru dicatat secara  adminstratif   tahun 1911, Ketika Belanda mengeluarkan surat keputusan membagi pulau  bunguran dan pulau sekitarnya menjadi Natuna Utara  dan Natuna Selatan. Masing masing dipimpin seorang Amir. Tapi sebuah  catatan lain menyebutkan nama Natuna sudah dipakai di era kesultanan  Riau, sebagai nama perusahaan oleh  sarikat dagang Al  Ahmadi  cabang Sedanau dengan nama Sarikat Dagang Natuna.

Nama Natuna baru muncul kembali kepermukaan tahun 1950 ketika Bung Karno memerintahkan pembangunan pangkalan TNI AU di Ranai dan pangkalannTNI AL di Penagi, untuk menjadi ujung tombak pertahanan Indonesia  di ujung utara Indonesia . Bung Karno dikatakan pernah sampai ke Natuna tahun 1950.

Nama Natuna kemudian  mencuat   lagi  ketika ditemukan  gas dan minyak  bumi di lautnya dan mulai diekplorasi oleh  prrusahaan multinasional seperti Conoco, dll. Kemudian tahun  2008, Natuna dan Anambas ditetapkan sebagai kawasan pembangunan strategis dan Kawasan perbatasan ( terluar ), dibawah kendali  Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan ( BPP) yang sudah menyusun grand desain pembangunan BPP sampai tahun 2025.

Dalam perkembangan sosial budaya dan politik , sejak awalnya , kawasan pulau Tujuh ini punya  tiga sentra perkembangan, dan diatas peta seperti  sebuah  prisma terbalik dengan  titik  pusat perkembangan itu di Bunguran ( natuna ), Siantan dan Midai. Ketiga titik saling berinteraksi dan saling mempengsruhi, dan itulah Pulau Tujuh dengan segala dinamikanya.

Titik  pertama di Siantan, yang dikenal sebagai pusat pergolakan dan sengketa politik. Siantan menjadi tempat perlawanan politik  elit pemerintahan  kerajaan Riau dan Siak yang bersengketa . Bahkan  jauh sebelum itu, melibatkan  Melaka dan Johor, dalam perebutan tahta dan kekuasaan. Seperti Sultan Ahmad Syah ( Pahang) , Abdullah Muayat Syah dan Raja Kecik ( johor ), Sulaiman Badrul Alamsyah dan Tengku Muda Muhamnad ( Riau), Raja Alam dan Tengku Ismail ( Siak ), bahkan Raja Ismai, panglima Ilanun Tempasuk pun menjadikan Siantan sebagai pusat percaturan politik  perebutan kekuasaan. Perebutan kembali Melaka dari Portugis , 1640 pun di rancang dan dirunding dari kawasan ini.l, di pulau Tambelan. Siantan  terkenal sebagai   pangkalan bajak laut di Laut Cina Selatan yang paling ditakuti. Pemimpinnya  Datuk Kaya Dewa Perkasa Itupun asalnya  dari pemimpin  Bajak Laut. Dan dari sinilah oertualsnfsn politik Daeng Rilaka dengan keluma anaknya ( Daeng Perani lima bersaudara ).

Titik Kedua adalah Midai, dimana awal abad 20 mulai dikenal sebagai pusat perkembangan ekonomi berbasis koperasi dengan penanaman  kelapa dan cengkeh secara besar besaran.Kemudian produk kopra dan cengkeh yang dihasilkan dikirim   ke Singapura dengan kapal japal uap milik sendiri dan disinilah kemudian berdiri serikat dagang Al Ahmadi yang menerapkan prinsip dagang koperasi dan sempat ditinjau Bung Hatta , Bapak Koperasi Indohesia, tahun 1955, ketika menjadi  Wakil Presiden . Dari Midai lah gerakan menanam kelapa dan cengkeh secara  besar besaran di gugusan  di Pulau Tujuh dimulai.

Titik ketiga adalah  Natuna ( Bunguran) yang menjadi  pusat perkembangan agama islam dan menjadi tempat  pertama Islam masuk  ke kepulauan Riau . Islam masuk ke Bunguran melalui Patani , Siam, dan Campa, yang dibawa para ulama dan saudagar. Dari sini  kemudian agama islam berkembang, ke gugusan pulau Tujuh dan kawasan kepulauan  Riau yang ada dalam  wilayah kekuasaan Mojopahit , Melaka, dan penerusnya, dan  berkembang sampai ke Brunai , Sabah dan kepulauan Sulu di selatan Filipina. Seperti kisah Darawati , puteri raja Campa yang menikah dengan Raja Mohopahit, dan menjadi  salah satu penyebab Islam berkembang di Mojopahit . Dan Natuna menjadi lintasan perjalanan  Darawati menuju Jawa.

Nama Natuna  baru benar benar jadi perhatian dunia, selain karena  ditemukan  cadangan gasbumi sekitar  49,87 TCF ( Triliun of Cubic Feet )  atau 34,62 % cadangan gasbumi Indonesia, dan katanya merupakan  cadangan  terbesar di Asean , dan minyak bumi 303, 91 MMSTB ( Million  Stock Tank Barrel ) atau 4, 34 % cadangan minyak bumi Indonesia, juga karena  kehadiran  250 ribu pengungsi vietnam yang bagai air bah memenuhi  pulau Laut , Bunguran , Sedanau, dan pulau  lain, sebelum mereka dikirim kepulau galang .

Mau kemana  Natuna dan mau jadi apa kawasan strstegis dan bersejarah ini ? Saat ini penduduknya belum sampai 100 ribu jiwa itu, dengan luas laut  2000 Km persegi dan daratannya hanya 222 km persegi. Mau diapakan potensi perikanan nya yang 767 ribu ton itu  ?  Bagaimana cara mengembalikan kejayaan Natuna sebagai salah satu  poros maritim  lndonesia  ?

Sebagai daerah pembangunan khusus  perbatasan  sudah hampir 15 tahun, tapi  IPM ( Indeks Pembangunan Manusia ) nya baru 72, 72. Nomor 4  dari 8 kabupaten tang ada di propinsi Kepri. Dengan pengeluaran belanja  setahunnya ( 2020)   hanya Rp 14, 7 juta.  Dengan pendapatan  asli daerah hanya  Rp 70 milyard pertahub. Masih tergolong  daerah miskin neskipun sudah 22 tahun jadi  kabupaten sendiri.

Gagasan ideal  untuk masa  depan Natuna  dan gugusan kepulauan di Laut Natuna ( dulu LCS ) adalah mengembalikan semula semangat  Pulau Tujuh, sebagai kawasan lintas perdagangan dunia ( ada 54 ribu armada pelayaran dunia  yang melintas di kawasan ini tiap tahun ) dengan menyatukan  kembali tiga   titik prisma terbalik itu , sebagai  pusat pertumbuhan dan perkembangan  Sosial, ekonomi dan politlik. Menyatukan kembali kekuatan Natuna  , Anambas  dan Midai , sebagai pusat pertumbuhan ekonomi  baru  di Indonesia. Mungkin menjadi sebuah propinsi baru atau kawasan  khusus, dengan lebih  dahulu menambah dua kabupaten baru. Natuna  Selatan ( seperti yang dilakukan Belanda ), yang berpusat  di Midai atau Serasan dan Jemaja yang  berpusat di Letung  untuk menyatukan dan mensinergikan potensi ratusan  pulau yang ada ( di natuna saja ada 154 pulau ) dan mengelola semua  potensi yang ada. Atau mengkaji ulang  gagasan Kawasan Itorita  Natuna yang pernah dicetus Prof BJ Hsbibie.           Tentu  saja gagasan ini akan memerlukan waktu  dan biaya , dan sementara itu, sebagai bahagian  dari strategi pembangunan daerah perbatasan yang strategis, Natuna   dan Anambas haruslah  diberi perhatian lebih besar dan khusus , dengan alokasi anggaran yang lebih besar dan adil sebagai daerah  penghasil  minyak dan gas bumi yang cukup besar kontribusinya bagi pendapatan nasional . Hanya daerah  yang makmur dan sejahtera  yang  mempunyai  daya tahan yang kuat, yang diperlukan oleh  sebuah daerah perbatasan. Semoga !

*) Rida K Liamsi , Budayawan Melayu.

Sumber rujukan :
Salalatus Saktin, Tun Sri Lanang ( WG Shellabear-ed ) 1977
Sejarah Riau, Mukhtar Lutfi dkk, 1977
Hikayat Hang Tuah, ( Kassim Ahmad-ed), 1997
Tugfat Ak Nafis, Raja Ahnad dan Raja Ali Haji ( Virginia Matheson Hocker-ed ), 1998
Belanda di johor dan Siak, 1602-1865, E Netscher ( Wan Galib dkk-translater), 2002
Pusat Kekuasaan Ganda, Timothy P Bernard ( Sita Rohana- translater) , 2003
Kerajaan Riau Lingga, 1722-1913, Mogd Zen dkk, 2005
Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut, AB Lapian,2009
Bunguran Pulau Serindit, Wan Tarhusin, 2010
Sejarah Melayu, Ahmad Dahlan, 2014
Prasasti Bukut Siguntang dan Badai Politik di Kemaharajaan Melayu, Rida K Liamsi, 2015
Suma Oriental , Tome Pires ( Terjemahan edisi Indonesia), 2016
Sejarah Wilayah Perbatasan Kepulauan Natuna, Djoko Marihandono dkk, 2019
Hang Tuah dannHejak Sejarahnya, Rida K Liamsi dkk, 2021

**) Kertas kerja ini disampaikan dalam Webibar : menfemvalikan kejayaan Natuna sebagai Poros Maritim Dunia, 4 Sept 2021

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top