Kehendak Allah Juga Semata

HARI itu 7 Agustus 1728. Orang-orang se-Negeri Riau (sekarang Kepulauan Riau) menjadi gempar tak terperikan. Kabar yang diterima tiada sesiapa pun memperkirakan. Apakah gerangan yang terjadi sehingga para pemimpin dan rakyat negeri itu berasa sangat kehilangan?

Kesemuanya menunjukkan kehendak Allah semata. Apa pun daya yang diupayakan oleh manusia, jika Tuhan telah berkehendak, tak mungkin dapat ditahan terjadinya. Menyesali apa yang telah ditetapkan-Nya, bahkan, menunjukkan gejala lemahnya keimanan di dalam dada. Oleh sebab itu, sesedih apa pun manusia dengan datangnya cobaan tak boleh merusakkan keyakinan terhadap Allah Yang Maha Kuasa.

Peristiwa gempar itu dikisahkan oleh Raja Ahmad Engku Haji Tua dan anakandanya Raja Ali Haji rahimahullah dalam karya mereka Tuhfat al-Nafis. Peristiwa itulah yang menyebabkan seluruh negeri tenggelam dalam isak dan tangis.

“… Maka apabila tiba ke Riau gemparlah di dalam Riau mengatakan Yang Dipertuan Muda sudah mangkat. Maka Sultan Sulaiman dan Opu Dahing Cellak pun berangkat menyambut jenazah Yang Dipertuan Muda itu dengan dukacitanya. Maka lalulah dikuburkannya betapa adat raja-raja besar mangkat, yaitu ditanamkan di Sungai Baru. Maka berkabunglah orang-orang Riau sekaliannya,” (Ahmad & Haji dalam Matheson (Ed.) 1982,105).

Berita itulah yang menyebabkan Negeri Riau menangis: Paduka Yang Mulia Daeng Marewah, Yang Dipertuan Muda I Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang, mangkat, kembali ke rahmatullah. Walaupun berduka cita menghadapi musibah itu, Duli Yang Amat Mulia Seri Paduka Baginda Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (sultan yang berkuasa kala itu), Opu Daeng Cellak, (adinda Allahyarham Yang Dipertuan Muda Opu Daeng Marewah), segenap anggota keluarga, dan seluruh rakyat menerima kesemuanya itu dengan tabah. 

Bagi mereka, kemangkatan Paduka Yang Mulia Yang Dipertuan Muda, Kelana Jaya Putera, Marhum Sungai Baru, itu memang telah ditakdirkan oleh Allah. Pasalnya, Dialah yang memiliki kekuasaan atau qudrat atas segala sesuatu di alam ini, termasuk menghidupkan dan mematikan manusia sebagai ciptaan-Nya. Tiada kuasa dan daya upaya manusia untuk menahan kehendak-Nya itu walau seketika. Kemangkatan Paduka Yang Mulia Opu Daeng Marewah pada hari itu merupakan bagian dari kekuasaan atau qudrat Allah SWT.

Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan tak ada sesuatu makhluk pun yang sanggup menandingi kekuasaan-Nya. Walaupun ada juga manusia, yang secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi dan akan terus ada selagi dunia belum kiamat, pernah berupaya mengatasi kekuasaan Allah, mereka akhirnya pasti menerima padah yang sungguh mengerikan. Pasalnya, sebagai makhluk, manusia atau apa pun ciptaan lainnya tak pernah dapat menjelma menjadi Sang Khalik. 

Beruntunglah orang-orang yang sungguh-sungguh meyakini qudrat atau kemahakuasaan Allah. Dengan begitu, mereka terhindar dari melakukan perbuatan tercela yang memang salah. Lebih daripada itu, mereka tergolong manusia yang berkarakter mulia dalam perhubungannya dengan Allah. Keyakinan yang kokoh seperti itulah yang memungkinkan manusia terhindar dari sebarang musibah. 

Sebaliknya pula, mereka yang enggan mengakui qudrat Allah pasti akan menerima padah. Anehnya, setelah diberi peringatan—sebagai bukti kasih Tuhan kepada makhluk-Nya—masih tetap juga ada manusia yang tak mau berubah. Sifat, sikap, dan perbuatan yang dipamerkannya seolah-olah dialah yang paling gagah. Betapa tidak? Di tengah musibah pun dia masih berkreasi dengan tingkah dan polah. Dalam keadaan seperti itu, janganlah heran, duka dan nestapa jadi bertambah-tambah.  

Jika dikembalikan kepada orang-orang di Negeri Riau ketika menghadapi musibah ditinggal mangkat oleh Paduka Yang Mulia Opu Daeng Marewah, faktor apakah yang membuat mereka begitu sabar dan tabah? Ternyata, pedoman Allah jualah yang menjadi pegangan hidup mereka sehingga tak larut dalam kesedihan yang melampaui batas.  

“Sesuatu yang bernyawa tak akan mati, melainkan atas izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, nescaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, nescaya Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan, kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur,” (Q.S. Ali Imran, 145).

Tuhan memang telah memberikan petunjuk. Hidup dan matinya makhluk hanya dengan izin-Nya. Tak sesiapa pun akan mati ketika waktunya belum ditetapkan baginya, sehebat apa pun dia merayu untuk segera bertemu dengan-Nya. Sebaliknya pula, tatkala waktunya telah tiba, tiada sesiapa pun yang mampu menahannya. 

Manusia boleh bersedih karena ditinggalkan oleh orang dikasihi. Akan tetapi, janganlah kepiluan hati sampai menjejas keimanan yang telah tertata indah di sanubari. Pada gilirannya, kesemuanya memang harus berangkat pergi menuju akhirat sebagai mastautin abadi.  

Karena keyakinannya yang begitu mendalam akan kemahakuasaan Allah jualah, Siti Rafiah dapat menerima semua yang terjadi pada dirinya. Dalam Syair Abdul Muluk (Haji, 1846), antara lain pada bait 893, kisah ketabahan istri Sultan Abdul Muluk itu dapat dijumpai.

Siti Rafiah menjawab kata
Sambil terhambur airnya mata
Kehendak Allah juga semata
Qudratnya berlaku di atas beta

Bait syair di atas merupakan pernyataan Siti Rafiah yang diperikannya kepada Tuan Syekh yang menolongnya. Bagi perempuan yang nyaris tak mengenal putus asa itu, cobaan yang diterimanya, yakni terpisah dari keluarga dan negerinya dijajah oleh bangsa asing,  memang telah menjadi qudrat Allah terhadap dirinya dan bangsanya. Setelah kesemuanya terjadi, dia harus mengambil hikmah dari peristiwa yang memilukan sekaligus memalukan itu.

Dia pilu karena banyak pembesar kerajaan, tentara, dan rakyat yang terkorban (meninggal dunia dan ditawan) dalam mempertahankan negeri yang diserang oleh pihak musuh secara mendadak. Selain itu, dia dan seluruh bangsanya tak mampu mengantisipasi pihak musuh yang selama ini berpura-pura menjadi sahabat. Tak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa Kerajaan Hindustan menyimpan niat hendak menjajah dan atau menguasai negeri mereka. Pasalnya, perhubungan antara Kerajaan Barbari dan Kerajaan Hindustan sebelum ini memang berlangsung sangat baik seperti lazimnya perhubungan bilateral antarnegara yang bersahabat. Bahkan, menjelang detik-detik penaklukan, keharmonisan perhubungan itu cenderung semakin menjadi-jadi.  

Peristiwa itu pun, bagi Rafiah, tergolong memalukan. Betapa tidak? Bangsa Barbari yang pernah sangat jaya, ternyata tak berdaya mempertahankan tanah air dari penaklukan bangsa asing. Kenyataan itu membuktikan kebanggaan selama ini bahwa mereka adalah bangsa besar dan berdaulat membuat mereka lalai dan atau terbuai dengan predikat semu itu. Penaklukan bangsa asing terhadap negeri mereka yang makmur, selain sebagai bukti kelalaian mereka sebagai bangsa, juga mungkin merupakan teguran Tuhan karena mereka tak pandai menjaga anugerah-Nya.

“Katakanlah! Wahai Rabb Yang Memiliki Kerajaan. Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di Tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu,” (Ali ‘Imrân, 26).

Benarlah Siti Rafiah dengan introspeksi dirinya. Sangat mudah bagi Tuhan untuk memberikan nikmat kepada sesiapa pun yang dikehendaki-Nya. Begitu pun sangat mudah bagi-Nya untuk menarik kembali nikmat itu dari sesiapa pun yang pernah dianugerahkan-Nya. Sifat kemahakuasaan-Nya memungkinkan Tuhan untuk memberi dan mengambil semula kejayaan yang pernah dipinjamkan-Nya. Hanya makhluk-Nya yang dianugerahi karakter mulia yang sungguh-sungguh memahami, menyadari, dan mengimplementasikan keyakinan itu di dalam hidupnya.   

Penarikan kembali itu lebih-lebih dimungkinkan kepada sesiapa sahaja yang tak bersyukur dan tak pandai menjaga nikmat yang dianugerahkan-Nya. Itulah sebabnya, agaknya, Siti Rafiah bercucuran air matanya. Pilu hatinya memikirkan keadaan negerinya. Mengapakah harus begini nasib bangsanya? Bukan Rafiah Si Jelita namanya kalau dia tak mempersiapkan jawaban untuk menuntut bela!*** 

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top