Ketika pulang ke Negeri Belanda pada tahun 1896, mantan Resident Riouw, A.L. van Hasselt, membawa serta beberapa manuskrip Melayu sebagai hadiah. Diantaranya adalah sebuah manuskrip yang berisikan tiga buah syair Melayu.
Dari Tanjungpinang ke Belanda
Sepintas lalu, manuskrip syair koleksi warisan perpustakaan Koninkelijk Instituut voor de Taal- Land- en Volkenkunde (KITLV) dengan nomor katalogus Or. 106 yang kini berada dalam simpanan Perpustakaan Universitas Leiden inipernah disinggung dalam ruang kutubkhanah yang mempekenalkan Syair Alif Ba Ta.
Dalam katalog lama KITLV yang disusun oleh Dr. Ph. S. Van Ronkel, Catalogus der Maleische Handschriften van Het Koninkelijk Instituut voor de Taal- Land- en Volkenkunde (BKI, volume 60, 1908: 227), manuskrip ini hanya diberi diberi judul “Sjairs”.Namun demikian, dalam katalog mutakhirnya yang disusun oleh filolog Prof. Dr. Teuku Iskandar, Catalogue of Malay, Minangkabau and Sout Sumatran Manuscripts in Netherlands (1999:775), judul itu tidak dipergunakan lagi.
Menurut van Ronkel manuskrip ini adalah hadiah, tanda mata, atau sumbangan (geschenk) dari A.L. van Hasselt kepada Perpustakaan KITLV di Leiden. Sementara itu Teuku Iskandar mencatat manuskrip ini diserahkan kepada KITLV oleh A.L. van Hasselt pada tarikh 18 Juli 1903.
Sebelum kekal sebagai koleksi warisan Perpustakaan KITLVLeiden, manuskrip syair ini menempuh perjalanan yang panjang untuk sampai ke Negeri Belanda. Proses penulisannya dilakukan di Tanjungpinang oleh seorang pengarang syair bernama Mohamad Cassimpada tahun 1896. Selain manuskrip Or. 106 ini, tidak ada bahan informasi lain yang yang dapat menejalskan jati diri Mohammas Cassim sebagai pengarangnya. Namanya nyaris terlupakan dalam sejarah tradisi penulisan di Tanjungpinang, Kepulauan Riau pada abad ke-19. Padahal ia hidup sezaman dengan Raja Ali Kelana, Khalid Hitam, dan Raja Muhammad Thahir dari Pulau penyengat yang juga menulis dan meninggalkan karya yang ditulis menggunakansyair Melayu sebegai wahana kereatifitasnya.
Sama seperti pengarang-pengarang sezaman dari Pulau Penyengat, Mohammad Cassim juga masih memnggunakan tulisan jawi atau huruf Arab Melayu sebagai media kreatifitasnya. Dalam manuskrip Or, 106 karya Mohammad Cassim ini terdapat tiga buah syair dengan judul sebegai berikut:Syair Ta’bir Mimpi, Syair Firasat Perempuan, dan Sair Slamat Sri Padoeka Toean Besar Berangkat Berlajar. Berikut ini adalah sekilas-lintas ulsan tentang ketiga syair itu.
Syair Ta’bir Mimpi
Dalam manuskrip Or. 106 koleksi warisan Perpustakan KITLV Leiden, Syair Ta’bir Mimpi ditulis pada 19 halaman pertama dari 69 halaman yang terdapat dalam manuskripberisikan tiga buah judul syair, dan setiap halamannya terdiri dari 11 bait syair.
Seperti lazimnya sebuah syair Melayu, Mohamad Cassim memulai untaian syair ini dengan ‘salam pembuka’ sembari menyebutkan nama Allah. Lalu menjelaskan bahwa syair karangannya bukan syair cumbu-cumbuan (kisah percintaan) dan bahan sumber syairnya berasal dari kitab karangan ulama.
Setelah itu ia menjelaskan maksud dan tujuannya mengarang Syair Ta’bir Mimpi untuk membantu agar orang mudah menafsir sebuah mimpi, sebagaimana dinukilkannya dalam sebuah bait sebagai berikut:
Ta’bir mimpi diperbuat syair
Dikarang dengan sehabis taksir
Duduk termenung mencari fikir
Supaya senang orang menaksir
Menurut Mohamad Cassim, mimpi itu bermaca ragam. Tidak jarang pula yang pelik, merapik, dan ghaib, sehingga membuat hairan orang yang bermimpi. Seperti pendapat para ulama, setiap mimpi mengandung makna ‘tersirat’. Oleh karena itu diperlukan penuntun untuk menafsirkannya. Dan tentang hal ini, Mohamad Cassim menegaskannya dalam sebuah bait sebagai berikut:
Perkara mimpi terlalu halus
‘Alamatnya banyak jahat dan bagus
Orang yang fasik tiada lulus
Gila dan mabuk tiada harus
Melalui Syair Ta’bir Mimpi ini, Mohamad Cassim bermaksud menjelaskan beragam tafsir terhadap berbagai mimpi yang ghaib, pelik, dan merapik dalam dalam setiap tidur seorang anak manusia. Dalam bait-bait selajutnya ia memberikan berbagai ragam tafsir mimpi, dimulai dari tafsir atau ‘alamat yang bagus hingga yang jahat.
Bait-bait tafsir ‘alamat mimpi dalam sayair ini dimulai dengan bab pertama yang menjelas tafsir atau ta’bir yang paling indah ketika seseorang muslim maupun kafir bermimpi tentang Allah dan Rasul-Nya:
Jika bermimpi melihat Allah
‘Alamat kebesaran dikurniakan Allah
Sebarang maksudnya tentu sampailah
Sekalian pekerjaan member faedah.
Jika bermimpi berjumpa Rasul
‘Alama orang itu teralu betul
Tidak dia menanggung masygul
Segala pintaknya semuanya maqbul
Jika orang kafir yang memimpikan
‘Alamat dia beroleh kebajikan
Masuk Islam tentu dikehandakkan
Kedalam surga kelak disejahterakan
Kesudahan Syair Ta’bir Mimpi ini ditutup dengan nama serta tangan Mohamad Cassim sebagai pengarangnya, dan tariknya penulisannya di Riouw (Tanjungpinang) pada 20 Februari 1896 yang bersamaan dengan 6 Ramadhan 1313 Hijriah.
Setelah bait-bait penutup Syair Ta’bir Mimpi itu, terdapat catatan singkat dalam tulisan rumi dan jawi yang menyatakan judul syair selanjutnya: Disebelah ini Syair Firasat Perempuan dan Ra’si Orang Berlaki-Istri.
Syair Firasat Perempuan
Bagian yang berisikan Syaiar Firasat Perempuan ini dutulis pada halaman 20 hingga 37 dalam manuskrip Or. 106 koleksi warisan KITLV Leiden. Sama seperti Syair Ta’bir Mimpi, pada setiap halamannya terdapat 11 bait syair.Seperti tertera pada tiga baris catatan diakhir Syair Ta’bir Mimpi, Syair Firasat Perempuanini sesungguhnya terdiri dari ‘dua bagian’ syair saling berkaitan yang digabung menjadi satu. YakniSyair Firasat Perempuandan sebuah karya ‘horoscope Melayu’ berjudulRa’si Orang Berlaki Istri yang digubah dalam bentuk syair.
Kandungan isi syair ini adalah pedoman bagi sekalian kaum laki-laki yang ghani ketika hendak memilih dan menilik perempuan yang baik untuk dijadikan istri sebegaimana dikulikannya dalam bait-bait sebegai berikut:
Arrahim itu yang amat mengasihani
Kepada sekalian hambanya yang ghani
Jikalau hendak mencari bini
Lihatlah tuan didalam fatwa ini.
Perempuan nin ada jahat dan baik
Hendaklah pandai kita menilik
Kalau tak patut dijadikan milik
Jangan berhajat hendak sebilik
Bagian awal Syair Firasat Perempuan (halaman 20-29), berisikan pedoman untuk melihat firasat atau tanda-tanda fisik, bentuk anggota tubuh tertentu, warna kulit, bentuk muka, dan lain sebagainya yang menjadi penanda baik tidaknya seorang perempuan dipilih menjadi istri. Penanda-penanda tersebut dibagi dalam beberap laksana (ibarat).Sebagai ilustrasi, penanda perempuan yang baik, serta mendatangkan pahala dan reski bila dipilih menjadi istri adalah sebegai berikut:
Pertama laksana yang baiknya
Ada pusaran di ubun-ubunnya
Bertimbilan dua yang baiknya
Lebih laksana konon namanya
Itulah baik diambil istri
Janganlah takut belanja diberi
Demikian itu sukar dicari
Pandai sangat meliharakan diri
Jikamukanya bulat tubuhnya nipis
Tanda mulia laksananya majelis
Hantar belanjanya jangan dirapis
Boleh dibawak ditengah majlis
‘Bagian kedua’ dari syair ini (halaman 30-37) berisikan sebuh ‘syair horocope Melayu’ berjudul Ra’si Orang Berlaki Istri yang digubah dalam bentuk syair. Syair ini mirip seperti Shaer Raksi karya Raja Haji Ahmad dari Pulau Penyengat yang diterbitkan oleh percetekan milik Haji Muhammad Amin di Singapura pada 1915. Menurut Hans Overbeck (1923), syair-syair seperti ini antara lain merujuk kepada karya-karya Shaikh Jalalud-din.
Dalam Syair Ra’si Orang Berlaki Istri ini, perhitungan baik-buruk dan nasib perjodohan seorang calon suami-istri ditentukan berdasarkan hasil penjumlahan nilai huruf pada kedua nama calon suami-istri yag kemudian dikurangi dengan angka 9. Setiap angka hasil pengurangan itu mengandungi makna ramalan tententu, seperti contoh berikut ini:
Jika ampat dengan ampat
Ra’sinya itu kurang mufakat
Umpama genggaman tiada rapat
Sebarang pencarian tiada didapat.
Jika ampat dengan lima
Ra’sinya itu boleh diterima
Bolehlah senang duduk bersama
Senantiasa bercengkrama.
Syair Untuk A.L. Van Hasselt
Dalama manuskrip Or. 106, syair paling pedek tertera pada 39 hingga 41 dan hanya terdiri dari 36 bait syair saja. Penulisan syair ini ditujukan khusus kepada A.L. van Hasselt, salah seorang Resident Belanda di Riouw (Tanjungpinang) yang terkenal karena melakukan perlayaran inspeksi ke Pulau Tujuh bersama Raja Ali Kelana:sepulang dari perlayaran bersejarah itu, keduanya membuat laporan perjalanan menurut versi masing-masing.
Raja Ali Kelana kemudian mempublikasikan laporan perjalanannya dengan judulPohon Perhimpunan (1898), dan pada tahun yang sama A.L. van Hasselt menerbitkan pula laporannya dalam bahasa Belanda dengan judul De Poelau Toedjoeh In Het Zuidelijk Gedeelte der Chineesche Zee (Pulau Tujuh di Bagian Laut Cina Selatan).
Resident A.L. van Hasselt terkenal sebagai seorang pejabat kolonialyang sangat sangat dekat dengan masyarakat di tempat ia bertugas dan punya minat yang besar terhadap sejarah dan kebudayan mereka. Termasuk ketika menjabat sebagai Resident Riouw di Tanjungpinang atara tahun 1893 hingga tahun 1896.
Ketika ia akan berangkat berlayar dari Tanjungpinang untuk pulang ke Negeri Belanda bersma anak dan istrinya pada 1896, Mohammad Cassim menuliskan syair elu-eluan tentang peristiwa itu dan sekaligus dipersembahkannya sebagai hadiah kepada A.L. van Hasselt.
Oleh Mohamad Caasim, Syair elua-eluan itu diberinya judul, Sair Slamat Sri Padoeka Toean Besar Berangkat Berlajar . Selasai ditulis di Riouw (Tanjungpinang) pada 30 Maret 1996.Didalamnya antara lain dilukiskan dan diungkapkan suasana perpisahan dan ucapan semoga selamat sampai di tujuan, serta kilas balik masa-masa pemerintahan di wilayah Residetie van Riouw selama A.L. van Hasselt menjadi Resident.
Dalam syair ini, Mohamad Cassim mengungkapkan resa hatinya sempena berlayarnya A.L. van Hasselt ke Belanda membawa anak istri serupa pindah. Dalam bait-bait syairnya, anatara lain ia menukilkan sebagai berkut:
Hatinya hamba menaruh gundah
Tuan besar berangkat serupa pindah
Pulang ke Eropah negeri yang indah
Datang kemari tiadakan mudah
Berangkat membawak anak dan istri
Berlayar pulang ke negeri sendiri
Ke tanah Eropah negeri yang bahri
Tempat bersukaan setiap hari
Ketika berita tentang wafattnya mantan Resident Riouw, A.L. van Hasselt, muncul di Leeuwarder Courant yang terbit di Belanda pada 23 Maret 1904 kita mendapatkan tambahan penjelasan bahwa A.Al. van Hasselt berangkat ke Eropah ketika itu karena cuti sakit.
Namun demikian tampaknya ia tidak pernah kembali ke Tanjungpiang sebagai Resident Riouw, karena ditunjuk sebagai guru besar sejarah dan antropologi Hindia Belanda di salah perguruan tinggi di kota Delf pada 1898.***