Cintailah Rakyat Sepenuh Hati

SEMUA pemimpin hendak berjaya dalam kepemimpinannya. Bersamaan dengan itu, setiap  pemimpin secara potensial memang mungkin menikmati keberhasilan yang didambakannya. Sebagai ikutannya, sang pemimpin akan menikmati buah manis kejayaan kepemimpinan berupa kebahagiaan yang sesungguhnya.

Kejayaan kepemimpinan mempersyaratkan, antara lain, sang pemimpin mencintai rakyat dan negerinya dalam kadar cinta sejati dan sepenuh hati. Di pihak lain, rakyat pun mencintai pemimpinnya dengan sebenar-benar cinta, bukan cinta rekayasa. Dalam keadaan kedua pihak saling mencintai, buah manis kepemimpinan akan dinikmati. Negeri menjadi makmur, aman, dan sentosa; rakyat sejahtera dan bahagia; sang pemimpin pula akan tercatat namanya sebagai pemimpin terbilang. Dengan begitu, waktu pun tak pernah kuasa untuk menghapus ingatan sesiapa jua sepanjang perjalanan sejarah suatu bangsa.   

Dari perspektif tamadun Melayu-Islam, kepemimpinan merupakan amanah. Oleh sebab itu, ianya tak boleh diperebutkan dengan cara-cara yang tak bermarwah. Suatu amanah baru dapat dilaksanakan dengan benar dan baik jika ianya didasari oleh cinta dan doa secara bertimbal-balik, pemimpin dan rakyatnya. Jangan dibiarkan cinta rakyat sekadar bertepuk sebelah tangan, sedangkan pemimpinnya bermain tipu dengan cinta palsu. 

Dalam syair Abdul Muluk (Haji, 1846) dapat dijumpai bait-bait yang menegaskan mustahaknya rasa cinta seseorang pemimpin terhadap rakyatnya. 

Masyhur khabar segenap negeri
Abdul Hamid Syah Sultan Barbari
Adil dan murah bijak bestari
Sangatlah mengasihi dagang senteri

Jika ayahanda sudahlah mati
Tinggallah Tuan menjadi ganti
Hendaklah siasat jangan berhenti
Rakyat tentara jangan disakiti 

Bait-bait syair di atas bercerita tentang sifat dan perilaku Sultan Abdul Hamid Syah, pemimpin Negeri Barbari, yang sangat mencintai rakyatnya (Sangatlah mengasihi dagang senteri). Alhasil, dia berjaya membawa negeri dan rakyatnya menuju singgasana kemakmuran,  kesejahteraan, kebahagiaan, bahkan marwah yang memesona. Berdasarkan pengalaman itulah, menjelang sampai ajalnya, Sang Sultan berwasiat kepada pewaris tahtanya, putranya Abdul Muluk, untuk menjadikan cinta sejati sebagai kunci utama pembuka gerbang kejayaan kepemimpinan (rakyat tentara jangan disakiti).

Dengan keyakinan yang kuat itu pulalah, Gurindam Dua Belas, Pasal yang Kesebelas, bait 5 (juga Pasal yang Kedua Belas, bait 4-5, Haji, 1847) menegaskan kewajiban pemimpin mengasihi orang yang berilmu dan menghormati orang yang pandai. Kesemuanya bermuara pada cinta-kasih dalam kepemimpinan. Inilah Pasal yang Kesebelas, bait 5, gurindam tersebut.  

Hendak dimalui
Jangan melalui 

Larik-larik dalam bait gurindam di atas bermakna ‘jika hendak dihormati orang (Hendak dimalui), setiap pemimpin tak boleh melanggar syarat dan atau ketentuan kepemimpinan yang benar dan baik (Jangan melalui)’. Sesiapa pun pemimpinnya harus mampu mencintai rakyat (dan negeri)-nya dengan kadar cinta sejati dan sepenuh hati berasaskan ketaatan untuk melaksanakan amanah Allah.

Jika syarat dan ketentuan itu dicuaikan, alamat kepemimpinan akan mengundang bala dan musibah. Rakyat dan tentara akan membenci pemimpinnya sebagai indikator kegagalan sekaligus kejatuhan kepemimpinan. Perkara itu dengan sangat jelas pula dinarasikan di syair nasihat dalam Tsamarat al-Muhimmah (Haji dalam Malik (Ed.), 2013).

Jika tergelincir pekerjaan salah
Pekerjaan anakanda beroleh lelah 
Rakyat tentara tentu bencilah
Barangkali datang murkanya Allah 

Berpaling dari kecintaan terhadap rakyat dan negeri akan mengundang kebencian rakyat dan tentara terhadap sang pemimpin. Dalam keadaan serupa itu, tak akan ada lagi marwah, wibawa, dan daya kepemimpinan, siapa pun pemimpinnya. Apa pun yang hendak direkayasa dan digaya-gayakan untuk bertahan, kesemuanya tak akan mempan. Yang justeru sangat dekat menghampiri adalah kejatuhan, kecelaan, dan kehinaan kepemimpinan. 

Apatah lagi, murka atau kemarahan Allah tak mungkin lagi terelakkan. Pasalnya, sang pemimpin tak memiliki iktikad baik untuk melaksanakan amanah dan anugerah istimewa yang telah diberikan oleh Tuhan. 

Dalam peristiwa kejatuhan kepemimpinan yang memalukan sekaligus memilukan, tak perlu disesali nasib untung di badan. Karena apa? Telah sangat banyak contoh dan tauladan yang ditunjukkan oleh Tuhan. Malangnya, semua alamat dan tanda-tanda zaman tak dijadikan pelajaran dan sempadan supaya terhindar dari kedurhakaan. Kesemuanya dianggap sebagai angin lalu yang datang dan pergi tanpa kesan. Praktik dan perilaku penuhanan diri itulah yang paling banyak mencelakakan pemimpin dalam setiap peradaban. Contoh itu pernah dilalui dan dilakoni oleh anak manusia zaman-berzaman. 

Lebih malang lagi, ada juga gejala yang tak jarang muncul ke permukaan. Kecelakaan dan kegagalan dijadikan dalih untuk menyalahkan Tuhan. Padahal, syahwat kekuasaan yang bersumber dari hati yang didorong oleh motivasi syaitaniahlah yang menutup nurani untuk melihat sekaligus mengejar kebenaran. Akibatnya, tangan yang mencencang, bahulah yang harus memikul segala risiko kesombongan. 

Hebatnya lagi, tak hanya di dunia, di akhirat pun masih akan ada sederet panjang pertanyaan yang diajukan oleh Tuhan sebagai pertanggungjawaban. Itu memang kontrak yang telah disetujui oleh sesiapa pun yang menyediakan diri untuk menjadi pemimpin. Pasalnya, kepemimpinan itu amanah Allah yang sangat tak patut untuk diselewengkan.

Mencintailah rakyat dengan segala konsekuensinya adalah tagan kepemimpinan. Jika pemimpin dan rakyat hidup dalam cahaya cinta-kasih dan saling berdoa untuk kebaikan, kejayaan kepemimpinan pun akan menyerlah dengan rahmat Tuhan. Dari situlah semua kisah kebahagiaan sejati akan menghiasi hari-hari yang akan terasa selesa untuk dinikmati. 

Cinta dan doa rakyat ternyata merupakan kunci sekaligus energi positif bagi kejayaan kepemimpinan. Oleh sebab itu, wajiblah setiap pemimpin beroleh cinta-kasih rakyat dengan cara dan jalan yang benar, bukan yang menyesatkan. Dalam hal ini, niat, perkataan, dan perbuatan pemimpin sangat menentukan keberhasilan merebut hati rakyat sebagai sokongan.

Atas dasar itulah, sesebuah negeri dapat dibangun secara benar dan baik sehingga hasilnya bermanfaat dan membahagiakan semua orang, berdasarkan contoh berbilang zaman. Pemimpin, rakyat, dan negeri bersimbah cahaya cinta-kasih yang bersebati dengan kalimat-kalimat doa untuk kebaikan. Dengan begitu, pencapaian matlamat kemajuan akan dimudahkan oleh Tuhan. Oleh itu, rakyat seyogianya tersinggung ketika kepemimpinan diselewengkan.***

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top