Kolofon Dalam Manuskrip Melayu Riau-Lingga

Selain kandungan isinya yang menjadi teras utamasebuah manuskrip Melayu, ada bagian yang disebut kolofon, yang juga sangat penting artinya karena mengandungi catatan dan informasi dan “jatidiri” sebuah  Melayu.

Apakah yang dimaksud dengan kolofon dalam manuskrip Melayu, dan apa saja yang terkandung di dalamnya? Menurut Hendri Chambert-Loir (2011), kebanyakan kamus dan ensiklopedia mendefinisikan kolofon sebagai “perenggan akhir” atau “batas akhir” dalam sebuah manuskrip, naskah tulisan tangan yang memberikan keterangan terperinci tentang asal-usul manuskrip ersebut, serta tarikh dan tempat penulisannya.

Selain itu, tambah Chabert-Loir,  filolog pakar manuskrip seperti J. Lemaire (1989) mendefinisikan kolofon sebagai ungkapan akhir dalam sebuah manuskrip, dimana penyalin  dan sudah barang tentu penulisnya, menyebutkan tempat penyalinan dan penulisan, tarikh penulisan, serta menuliskan namanya sebagai penyalin dan penulis, atau bahkan nama pemesan sebuah manuskrip.

Format informasi dalam sebuah kolofon ringkas dan padat. Untaian iformasi yang ringkas dan padat ini adalah bagian dari tradisi tulis dunia. Namun demikian, kolofon dalam penulisan manuskrip tidak lah tersebar luas dalam tradisi tulis di belahan dunia Islam dan tradisi tulis Eropa yang kemudian berevolusi menjadi tradisi pencetakan dan penulisan buku yang modern.

Tradisi penulisan manuskrip di Kepulauan Riau-Lingga yang sangat dipengaruhi oleh tradisi tulis Arab dan Indo-Parsi, adalah tradisi penulisanmanuskrip Melayu yang menggunakan kolofon sebagai untaian kalimat yang mengandungi sejumlah informasi dan sekaligus berfungsi sebagai ‘perenggan akhir’  atau ‘batas akhir’ sebuah manuskrip. Kolofon-kolofon dalam taradisi penulisan manuskrip Riau-Lingga ditulis menggunakan Bahasa Melayu, namun adakalanya disandingkan pula dengan Bahasa Arab.

Dua fungsi utama sebuah kolofon sebagaimana disimpulkan oleh Chambert-Loir (2011:101), juga terkandung dalam kolofon-kolofon yang terdapat dalam manuskrip-manuskrip Melayu Riau-Lingga.

Jikamanuskrip Melayu Riau-Lingga tersebut berupa sebuah manuskrip karya seseorang, maka didalam kolofonnya dimuat salah satu atau seluruh informasi yang berkenaan dengan: nama pengarang; hari,bulan, tahun memulai atau selesai penulisannya yang ditulis menggunakan tarikh Masehi, Islam (tarikh hijriah), atau kedua-keduanya. Dituliskan juga  tempat penulisannya, dan bahkan ada pula yang mencatatkan waktu atau jam ketika sebuah manuskrip selesai ditulis.

Apabila manuskritersebut merupakan manuskrip hasil salinan atas sebuah manuskrip, maka didalam kolofonnya akan terkandung salah satu atau seluruh informasi sebagai berikut: nama penyalinnya; tempat dan tarikh manuskrip itu disalin, judul dan pemilik manuskrip yang menjadi rujukan penyalinan; nama orang yang memerintahkan penyalinan, dan bahkan nama orang yang memesan hasil salinannya

Fungsi dan kedudukan kolofon dalam sebuah manuskrip Melayu sangat penting karena ianya juga berkait rapat dengan jati diri pengarangnya dan  kepengrangan dalam sebuah tradisi tulis. Selain itu, informasi tentang tarikh penulisan sebuah manuskrip, tarikh penyalinan, dan tempat penyalinan juga sangat penting, karena semuanya berkelindan dengan konteks (semangat) zaman dan ruang spasial dimana sebuah manuskrip dihasilkan. Dengan kata lain, kandungan informasi dalam kolofon sebuah manuskrip Melayu, memberikan sejumlah variabel yang bergunakan untuk memahami konteks kultural dan historis dibalik penciptaan sebuah manuskrip Melayu sebagai bagian dari pencapaian sebuah peradaban.

Sebagai bagian dari tradisi penulisan manuskrip dalam peradaban Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Deroche dan kawan-kawan (dalam Chambert-Loir, 2011),maka kolofon dalam manuskrip-manuskrip Melayu Riau-Lingga tidak mesti terletak pada akhir sebuah teks manuskrip, karena adakalanya kolofon itu berada di awal sebuah manuskrip.

Kecendrunga ini bisanya terdapat pada manuskrip-manuskrip Riau-Lingga yang berasal dari awal kurun ke-20, seperti dalam manuskrip kitab Pelaran Pahasa Melayu Pembuka Lidah Teladan Umpaman Yang Mudah(1911) karya Raja Haji Abdullah Abu Muhammad Adnan, yang ditemukan di Daik Lingga. ***

Seperti apa kandungan isi sebuah kolofon dalam manuskrip-manuskrip Melayu Riau-Lingga? Berikut ini adalah beberapa contoh kolofonyang dialih-aksarakan dari kolofon beberapa judul manuskrip Riau-Lingga dalam tulisan jawi (Huruf Arab -Melayu) yang ada dalam simpanan sejumlah perpustakaan di Inggris, Belanda, dan Malaysia:

1. Kolofon manukrip Peraturan Adat Raja-Raja Riau Lingga (Kanun Sultan Sulaiman) koleksi Pusat Manuskrip Perpustakaan Negara Malaysia, di Kuala Lumpur: Wasallauhu’ala saidina Muhammad Wa’ala alihi Wa-ashabihi Ajma’in Alhamdulillahirabbil’alamin telah selesai daripada menyalin seluruh(…) di dalam Negeri Lingga di Kampung Mentuk 21 haribulan Rabbi’ulakhir kepada hari Sabtu jam pukul 5. Pada bagian sudut kiri dan kanan bawah terdapat stempel bertuliskan Muhammad Yasin bin Abdulrahman. Pada bagian akhir kolofonterdapat penjelasan sebagai berikut: kepada tahun 1286 Hijrat Salallahu’alaihiwassallam.

2.Kolofon manuskripCeritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu, koleksi Perpustakaan Universotas Leiden, Belanda: Tersalin di dalam Negeri Riau kepada dua hari Bulan September tahun Wilanda Sanah 1819. Tersalin daripada surat salinnya di dalam negeri Melaka kepada Sembilan hari bulan September tahun Wilanda sanah 1819. Tamat al-kalam bi-khairu-al-salam. Amin. Tam.

3. Kolofon manukrip Syair Sultan Bintan, koleksi Biritisch Library, London: Kepada hijrat Nabi Salallah-‘alaihi-wassalam seribu dua ratus dua puluh anam tahun kepada tahun dal, dan kepada ampat hari bulan Safar dan harinya Khamis waktunya jam pukul satu. Yang ampunya Tuan Raffles adanya. Yang menyuratnya Muhamad Latif ibni Qadr Muhyi-al-din adanya. 1226 sannah.

4. Kolofon manuskrip Tuhfat al-Nafis, sebuah manuskrip pendek koleksi warisan Perpustakaan KITLV, leiden,  yang kini berada dalam simpanan Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda: Maka khatamlah siarah ini atas tangan mualifnya pada tujuh belas haribulan Rajab al-mubarak, pada hari Ahad jam pukul sepuluh, pada hari Hijrat sanat 1283 adanya tam. Tersalin di dalam Negeri Riau Pulau Penyengat pada delapan haribulan Syakban al-mukaram, hari Kamis jam pukul sebelas sanat 1313 oleh orang fakir, yaitu Ali bin al-marhum Raja Haji Muhammad Riau. Amin suma amin tam.

5.Kolofon manuskrip Mukhtasar Tawarikh al-Wustha, koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda:Disalin. Termaktub di dalam Negeri Riau Pulau Penyengat kepada 19 haribulan Syakban yaum al-Arba’a jam 9 sanat 1270 .

6.Kolofon manuskrip Undang-Undang Perlayaran, koleksi Perpustakaan Universiatas Leiden, Belanda: Tamat al-kalam bilkhair. Wa-al-salam kepada kepada malam Isnin di dalam Negeri Riau atas kota Tanjung Pinang. Tam.

7.Kolofon manuskrip Syair Tan Tik Cu (versi lain Syair Kapitan Tiksing)koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda: Sanah 1877 kepada ampat belas haribulan Zulkaidah kepada hari Jumat jam pukul 9 malam tamat al-kalam adanya. Yang punya Encik Abdullah di dalam Pulau Penyengat adanya.

8. Kolofon manuskrip mushaf al-Quran Riau-Lingga koleksi Mesjid Sultan Riau Pulau Penyengat: Wa kāna al-farāgh min tahsīli hāzā al-mushaf al-karīm nahāra al-Jum’at min Ramadhān fī waqti al-‘asri madat khamsa wa ‘isyrūna yauman min syahri Ramadhān al-mubārak fī Bandar Kedah qaryah Padang Sirjana fi zamāni Maulānā Paduka Sri as-Sultān al-A’zam wa al-Khāqan wa al-A’dal al-Afkham Muhammad Jiwa Zain al-‘Ādilīn Mu’azzam Syah sanat 1166 alf wa mi’at wa sitt wa sittūn min al-hijrat an-nabawiyyah ‘alā sāhibihā afdal as-salāti wa azka at-taslīm bi-khatt al-faqīr al-khaqīr ad-da’īf al-mu’tarif bi az-zanbi wa at-taqsīr ar-rājī ilā ‘afwi rabbihi al-karīm Alī bin Abdullāh bin Abdurrahmān al-Jāwī al-Būqisī al-Wājūwī asy-Syāfi’ī mazhaban at-Tempe baladan wa maulidan wa watanan wa an-Naqsyabandi … … lillāhi Maulānā as-Sultān ‘Alā’uddīn bin al-marhūm upu ghafara Allāhu lahum wa li-wālidaihim wa li-jamī’il-muslimīn wal-muslimāt wal-mu’minīn [wa al-mu’minīn] wal-mu’mināt al-ahyā’i minhum wal-amwāt.

Oleh Ali Akbar dari Bayt al-Qur’an Museum Istiqlal, Jakarta, isi kolofon dwi-bahasa (Arab dan Melayu) dalam mushaf al-Quran koleksi Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat ini  diterjemahkan sebagai berikut: “Selesai menyalin mushaf yang mulia ini siang Jumat, Ramadhan, pada waktu asar, 25 bulan Ramadhan yang penuh berkah di Bandar Kedah Negeri Padang Sirjana pada zaman Maulana Paduka Sri Sultan Yang Agung, Pemimpin Yang Adil Yang Besar Muhammad Jiwa Zain al-‘Adilin Mu’azzam Syah tahun 1166 seribu seratus enam puluh enam Hijrah Nabi pemilik salawat yang utama dan salam yang suci, dengan tulisan yang fakir yang hina yang lemah yang mengakui dosanya dan kekurangannya yang mengharapkan ampunan Tuhannya Yang Mulia, Ali bin Abdullah bin Abdurrahman al-Jawi al-Buqisi al-Wajuwi, Syafi’i mazhabnya, Tempe daerahnya dan kelahirannya serta negerinya, Naqsyabandi … … Maulana Sultan ‘Ala’uddin bin al-marhum Upu. semoga Allah mengampuni mereka dan orang tua mereka serta semua kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat yang masih hidup dan yang telah wafat.”

9.Kolofon manuskripKitab Tsamarat al-Mathlub fi-Anuar al-Qulub, karya Raja Khalid Hitan, yang berada dalam simpananPerpustakaan Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia: Telah khatam kitab Tsamarat al-Matlub ini atas tangan al-fakir al-hakir ilallah ta’ala Khalid ibni almarhum Raja Hasan al-haji fi sanah 1314 bulan Zulhijah 28 hari Sabtu di dalam Negeri Riau Pulau Penyengat adanya.***

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top