oleh Fadly Fauzi dan Faris Joraimi,
Terbit pertama kali dalam bahasa inggris di laman https://s-pores.com/2017/01/the-intellectual-legacy-of-kampung-glam-by-fadli-fawzi-and-faris-joraimi/
Diterjemahkan oleh Adi Pranadipa
Litografi dan Revolusi Industri Buku Melayu di Kampung Gelam
Masyarakat Melayu pada masa itu sangat menghargai keindahan tulisan tangan. Namun, ketika kitab suci Kristen seperti Sepuluh Perintah Tuhan dan Khotbah di Bukit dibuat versi cetak, mereka merasa bahwa versi cetak tersebut seperti tidak bernyawa dan tidak mencerminkan keindahan yang biasa mereka nikmati.

Teknologi litografi membawa perubahan besar. Teknologi ini memungkinkan pembuatan tulisan yang menyerupai tulisan tangan, berbeda dengan penggunaan huruf cetak biasa.
Para penyalin yang mahir, menulis langsung di atas permukaan batu kapur halus, yang kemudian dicetak ke kertas.
Hasilnya adalah tiruan tulisan tangan yang lebih akrab bagi masyarakat Melayu, tetapi dengan kecepatan reproduksi yang jauh lebih tinggi.
Penggunaan teknologi cetak ini oleh penerbit Muslim Melayu memicu perkembangan pesat industri perbukuan di Kampung Gelam. Pada pertengahan abad ke-19, percetakan Muslim mulai bermunculan di sekitar Masjid Sultan, terutama di Lorong Masjid Sultan (kini Jalan Bussorah).
Lokasi lain termasuk Jalan Baghdad, Jalan Arab, Haji Lane, dan Bali Lane. Pada dekade awal, terutama antara 1860 hingga 1880, industri ini mengalami banyak eksperimen. Penerbitan menggabungkan teknik manuskrip tradisional dengan litografi, karena proses pewarnaan judul (rubrikasi) masih dilakukan secara manual oleh penulis yang ahli.
Pada masa itu, Kampung Gelam menarik banyak juru salin ternama dari Semenanjung Melayu. Tengku Yusuf bin Tengku Ibrahim dari Terengganu, misalnya, mencetak Al-Qur’an pertama di Kampung Gelam pada tahun 1869. Naskah ini dihiasi dengan iluminasi khas Terengganu, dan kolofonnya mencantumkan nama penulis, pencetak (Muhammad Nuh bin Haji Ismail), dan alamat di Lorong Masjid Sultan.

Ibrahim dari Riau adalah salah satu juru salin paling produktif. Ia bahkan sempat terjun ke dunia penerbitan pada tahun 1881 dengan mendirikan usaha di 720 North Bridge Road. Namun, ia kembali fokus pada keahlian menyalin naskah pada tahun 1889. Ibrahim bekerja untuk hampir semua penerbit besar di Kampung Gelam dan pensiun pada tahun 1910.
Masa Kejayaan Industri Buku Kampung Gelam
Pada tahun 1880-an, kerja sama informal dalam industri ini mulai digantikan oleh institusionalisasi pemain-pemain utama. Dua dekade terakhir abad ke-19 menjadi masa keemasan penerbitan di Kampung Gelam.
Pada masa ini, buku-buku Melayu (dalam bahasa Melayu, baik aksara Jawi maupun Rumi) yang diterbitkan di Kampung Gelam dan di luar dunia Melayu dapat dikelompokkan menjadi tiga genre utama: kitab (buku agama), syair populer, dan hikayat.
Penerbit paling sukses saat itu adalah HM Said, yang sangat produktif menerbitkan berbagai bahan cetak. Pada tahun 1890 saja, HM Said mencetak 10.000 buku dari 10 judul, jumlah yang setara dengan seluruh manuskrip sastra Melayu yang bertahan selama empat abad sebelumnya. Penerbit komersial sukses lainnya adalah Haji Muhammad Siraj, yang tiba pada tahun 1883 dan mendirikan usaha di 43 Sultan Road (kini Jalan Bussorah). Ia adalah putra Haji Muhammad Salih, seorang Jawa dari Rembang yang juga memiliki usaha penerbitan di Kampung Gelam.
HM Said fokus pada produksi buku, sementara HM Siraj unggul dalam distribusi. Ia memanfaatkan posisi strategis Singapura sebagai pusat perdagangan regional, dengan jaringan pelayaran yang mencapai berbagai kota pelabuhan di Nusantara. Ia juga memanfaatkan kemajuan teknologi distribusi seperti kereta api dan layanan pos. Katalog gratis yang ia sebarkan berisi petunjuk rinci tentang cara memesan, termasuk konversi harga ke mata uang lokal.
HM Siraj memiliki jaringan distribusi terluas di antara pedagang buku Kampung Gelam. Di Jawa, ia bekerja sama dengan Albrecht & Rusche, sebuah perusahaan penerbitan Belanda di Batavia.
Ia juga memiliki perwakilan di Johor, Muar, Melaka, Deli, Sandakan, dan Taiping. Selain menjual buku-buku terbitan Kampung Gelam, ia juga menyediakan buku pelajaran dari Hindia Timur dan surat kabar dari Kairo. Toko HM Siraj dapat dianggap sebagai pusat bahan bacaan dari seluruh dunia Muslim.
Industri penerbitan Kampung Gelam membawa revolusi dalam sejarah sastra Melayu. Proyek misionaris Kristen untuk menyebarkan agama di dunia Melayu justru menjadi pendorong utama kesuksesan penerbitan Muslim dan Melayu. Total produksi semua penerbit di Kampung Gelam pada masa itu setara dengan seluruh manuskrip Melayu yang ada dari periode yang sama, yang dicetak setiap dua minggu!

Toko buku di Kampung Gelam menjadi institusi penting dalam membentuk kesadaran kolektif komunitas Melayu dan Muslim Singapura terhadap dunia Islam yang lebih luas. Kata-kata tertulis menjembatani batas laut dan jarak yang jauh.
Dengan mengimpor buku dari pusat-pusat peradaban Muslim lainnya dan memproduksi serta mengekspor buku, Kampung Gelam berperan dalam menciptakan komunitas literasi imajiner.
Pembaca Melayu dari Singapura hingga Penang, dari Sumatra hingga kota-kota pelabuhan di Jawa, semakin akrab dengan buku-buku dalam bahasa yang sama, membaca tentang pahlawan dan tokoh yang sama dalam syair dan hikayat yang tersebar luas. Dengan menghubungkan pembaca di berbagai wilayah, Kampung Gelam menjadi katalisator dalam pembentukan komunitas literasi Melayu.
Bersambung…
Tentang Penulis
Fadli Fawzi saat ini bekerja di bidang hukum. Ia memiliki minat dalam berbagai bidang mulai dari agama, sejarah, politik, dan hukum.
Faris Joraimi saat ini adalah mahasiswa pascasarjana di NYU dan penggemar warisan budaya. Saat tidak membaca literatur Melayu klasik, ia sering ditemukan menulis teks panjang dan penuh semangat pada artikel yang ia bagikan di Facebook.
Kepustakaan
Proudfoot, I. (1993). Early Malay printed books: A provisional account of materials published in the Singapore-Malaysia area up to 1920, noting holdings in major public collections. Kuala Lumpur: Academy of Malay Studies and the Library, University of Malaya.
Salleh, M. H. (1994). Syair tantangan Singapura abad kesembilan belas. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan, Malaysia.
Roff, William. (1995). The Origins of Malay Nationalism. Oxford University Press.
Tajudeen, Imran (2007). “State Constructs of Ethnicity in the Reinvention of Malay-Indonesian Heritage in Singapore.” TDSR Volume XVIII Number
Ishak, M. S. (1998). Penerbitan & pencetakan buku Melayu, 1807-1960. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka