Hati: Muara Pantai dan Puncak Gunung Kearifan

KUALITAS hati tak dapat tiada menjadi penentu karakter manusia. Hati yang terawat dengan baik akan menyerlahkan sifat, sikap, perkataan, dan perbuatan yang tiada tercela. Walau manusia tak pernah luput dari jeratan lupa, mutu hatinya sanggup mengendalikan dorongan nafsu merajalela. 

Dari perkataan seseorang manusia, dapat dinilai sifat, sikap, dan perilakunya. Perkataan dan perbuatannya pada gilirannya paling jelas menyerlahkan hati budi dan atau karakter pelakunya. Kehalusan bahasanya akan mengesankan keadaban, sedangkan kekasarannya pula menunjukkan kebiadaban. Nyaris tak ada kebaikan dan keburukan diri yang dapat disembunyikan dari tutur kata. Jangankan Allah Yang Maha Mengetahui, bahkan manusia yang serbakekurangan pun dapat mengesan segala rahasia kejahatan di sebalik tutur kata, begitu pun cahaya kejujuran, kebenaran, dan kebaikannya.

Budi yang halus dan karakter yang mulia mempersyaratkan terpeliharanya diri, baik zahiriah maupun  batiniah. Oleh sebab itu, manusia yang memiliki kehalusan budi akan merawat dan memelihara jasmaninya agar tetap sehat walafiat. Dia pun pada ketika yang sama menjaga rohaninya supaya tak terjangkiti penyakit yang dapat merendahkan martabat dan marwah dirinya sebagai makhluk yang paling mulia diciptakan oleh Tuhan. 

Kenyataan itu menunjukkan bahwa harmonisasi antara kesehatan jasmani dan keafiatan rohani menjadi penanda kehalusan budi manusia. Dengan perkataan lain, di dalam dirinya seyogianya terhimpun kegemilangan cahaya seri pantai dan kecemerlangan seri gunung karakter manusia. 

Dengan kualitas seri pantai berupa ‘cahaya kebaikan zahiriah, insaniah, dan duniawi’, menjadikan dirinya sebagai makhluk yang senantiasa bersyukur telah dilahirkan ke dunia dan menjadikan dunia sebagai tempat berbuat bakti, setakat mana pun kesanggupan yang diberikan oleh Ilahi. Dalam pada itu, dengan mutu seri gunung berupa ‘sinar keelokan batiniah, rohaniah, dan ukhrawi’ yang berpadu mesra menyelimuti dirinya, dia menjaga dirinya sekuat dapat agar terhindar dari ancaman tipu daya dunia yang berpotensi menjejas kebahagiaan akhiratnya yang abadi.

Maka, sangat sabit di akal lah dan sejalan dengan bisikan hati ketika Gurindam Dua Belas, Pasal yang Kedua Belas, bait 6-7, memberikan isyarat yang tak mungkin diperdebatkan oleh hati yang tercerahkan (Haji, 1847). Bahwa tetap ada yang memperdebatkan kebenarannya, itulah penanda hati tertutup, bahkan menolak, pedoman Ilahi. Pada akhirnya, kesemuanya terpulanglah kepada “kesanggupan” diri memaknai kehidupan ini.

Ingat akan dirinya mati
Itulah asal berbuat bakti
Akhirat itu terlalu nyata
Kepada hati yang tidak buta 

Raja Ali Haji rahimahullah, melalui karya beliau tersebut, telah mengingatkan manusia, sesiapa pun dia berdasarkan pandangan dunawinya, supaya pandai, bijak, dan arif dalam menjaga anggota tubuh yang umumnya kelihatan indah dipandang mata sebagai wujud seri pantainya. Maksudnya, anggota tubuh, dari mata sampai ke kaki, harus dijaga dan dirawat agar terhindar dari perbuatan yang salah (menyimpang dari kebenaran) dan jelek (tak sesuai dengan kaidah keelokan) yang telah ditakrifkan dan diamanahkan oleh Allah. 

Apabila terpelihara mata
 Sedikitlah bercita-cita

 Apabila terpelihara kuping
 Khabar yang jahat tidaklah damping

 Apabila terpelihara lidah
 Nescaya dapat daripadanya faedah

 Bersungguh-sungguh engkau memelihara tangan
 Daripada segala berat dan ringan

 Apabila perut terlalu penuh
 Keluarlah fi’il yang tiada senonoh

 Anggota tengah hendaklah ingat
 Di situlah banyak orang hilang semangat

 Hendaklah peliharakan kaki
 Daripada berjalan membawa rugi

Pasal yang Ketiga, Gurindam Dua Belas, yang dinukilkan di atas menegaskan bahwa amat mustahak manusia memelihara unsur jasmaniahnya. Pasalnya, jika anggota tubuh itu tak dijaga dengan baik, manusia dapat terlibat pada perbuatan yang keji. Dengan perkataan lain, unsur zahiriah itu berpotensi menjerumuskan manusia kepada perbuatan yang salah dan jelek jika tak dikawal dengan benar. 

Pemeliharaan unsur jasmaniah ternyata sama pentingnya dengan pemeliharaan unsur rohaniah. Jika zahiriah terpelihara, bersama dengan aspek batiniah, nescaya kita akan mencapai taraf manusia yang memiliki kehalusan budi dan berkarakter terpuji. Itulah makhluk yang sungguh-sungguh berkualitas mulia sebagai fitrahnya diciptakan oleh Allah. 

“Dan, janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan, dan hati; kesemuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya,” (Q.S. Al-Isra’, 36).

Bait-bait Gurindam Dua Belas di atas sejalan dengan petunjuk dan peringatan Allah. Jelaslah bahwa apa-apa yang terhimpun di dalam Gurindam Dua Belas itu sesuai benar dengan pedoman Allah. Dengan mengikuti pedoman itulah, manusia dengan karakter hebatnya akan menjelma menjadi makhluk yang mulia di sisi Allah. 

Rasulullah SAW pun bersabda tentang karakter yang berkaitan dengan pemeliharaan aspek jasmaniah manusia. Dalam hal ini, penjagaan jasmaniah menjadi bagian dari budi pekerti dan atau akhlak, yang pada gilirannya memungkinkan manusia memasuki surga Allah.

Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang apakah sebagian besar amalan yang akan memasukkan umat manusia ke surga. Rasulullah SAW menjawab, “Bertakwa kepada Allah dan baiknya akhlak (budi pekerti).” Baginda Nabi ditanya pula tentang apakah sebagian besar amalan umat manusia yang dapat memasukkan mereka ke neraka. Baginda Nabi SAW menjawab, “Karena mulut dan kemaluan,” (H.R. Tirmidzi).

Bersumberkan sabda Rasulullah SAW, manusia wajib menjaga anggota tubuhnya dengan benar agar terhindar dari perilaku yang merugi. Jika tidak, itulah yang memungkinkannya menuju neraka di akhirat yang abadi. Ramadan merupakan anugerah bagi manusia untuk memantapkan penjagaan diri agar serinya semakin menjadi-jadi.

MANUSIA yang sanggup dan piawai menjaga anggota tubuhnya sehingga terhindar dari berbuat salah dan jelek tergolong makhluk yang berkarakter mulia. Pasalnya, dia telah menaati ajaran Rasulullah SAW dan perintah Allah Taala. Tubuhnya telah terang-benderang disinari oleh seri pantai dan seri gunung sehingga kehidupannya bersimbah cahaya.

Selain dari aspek jasmaniah, Gurindam Dua Belas juga mengingatkan manusia agar menjaga hati dengan segala sifat dan atau perilaku bawaannya. Hati dapat membawa manusia kepada kebahagiaan sejati, tetapi ianya juga boleh melencongkan atau membelokkan manusia ke lembah kenistaan yang tercela. Pasal yang Keempat, Gurindam Dua Belas, memerikan perihal hati itu (Haji, 1847).

Hati itu kerajaan di dalam tubuh
 Jikalau zalim segala anggota pun roboh

 Apabila dengki sudah bertanah
 Datanglah daripadanya beberapa anak panah

 Mengumpat dan memuji hendaklah fikir
 Di situlah banyak orang tergelincir

 Pekerjaan marah jangan dibela
 Nanti hilang akal di kepala

 Jika sedikit pun berbuat bohong
 Bolehlah diumpamakan mulutnya pekung

Tanda orang yang amat celaka
 Aib dirinya tiada ia sangka

 Bakhil jangan diberi singgah
 Itulah perompak yang amat gagah

 Barang siapa yang sudah besar
 Janganlah kelakuannya membuat kasar

 Barang siapa perkataan kotor
 Mulutnya itu umpama ketor

 Di manakah salah diri
 Jika tidak orang lain berperi

Pekerjaan takabur jangan direpih
 Sebelum mati didapat juga sepih

Bait-bait Gurindam Dua Belas di atas mengingatkan manusia bahwa jika hati tak dirawat dengan baik, ianya boleh mendatangkan pelbagai penyakit rohaniah. Di antara penyakit-penyakit itu meliputi dengki, mengumpat (mengata-ngatai orang lain), marah, bohong, bakhil (kikir, lokek, loba), kasar, perkataan kotor, dan takabur. Akibatnya, manusia yang menderita penyakit rohaniah itu akan mengalami kerendahan budi. 

Maka, turunlah derajatnya dari makhluk yang mulia menjadi sehina-hinanya dan sedina-dinanya. Pantainya gelap disertai gunungnya gulita. Oleh sebab itu, ketika di laut dia mendatangkan malapetaka, tatkala di darat dia menjadi punca (penyebab) angkara murka, bahkan waktu di udara pun dia menimbulkan mara bahaya. 

Syair nasihat dalam Tsamarat al-Muhimmah (Haji dalam Malik (Ed.), 2013) juga memuat informasi tentang beberapa penyakit hati. Di antaranya terhimpun dalam bait-bait indah berikut ini.

Jika anakanda menjadi besar
 Tutur dan kata janganlah kasar
Jangan seperti orang yang sasar
 Banyaklah orang menaruh gusar
 ………………………………………
 Pada berhukum jangan pemarah
 Jangan perkataan keruh dan kerah
 Khususan pula bicara darah
 Janganlah zalim barang sezarah 

Gambaran tentang penyakit rohaniah yang bersumber dari hati yang tak terawat dalam bait-bait syair di atas membuat manusia kehilangan perikemanusiaannya. Penyakit zalim, misalnya, seyogianya tak berkembang subur walau hanya sezarah (sebesar atom) pun karena akan buruk padah (akibat)-nya bagi penderitanya (orang yang berperangai zalim itu). Begitulah dahsyatnya penyakit hati kalau telah menyerang manusia. Oleh sebab itu, supaya terpelihara kehalusan budi dan karakter mulia, manusia wajib menjaga hatinya dengan sebaik-baiknya seperti yang dianjurkan oleh syair di atas.

Allah memang telah memberi peringatan kepada manusia supaya menjaga hati. Di antara firman-Nya terekam di dalam ayat berikut ini. 

 “Di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri, sedangkan mereka tak sadar. Di dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih karena mereka berdusta,” (Q.S. Al-Baqarah, 8-10). 

Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa hati manusia berpotensi tertular wabah penyakit. Wabahnya menular jika hati tak dipelihara sesuai dengan petunjuk Allah. Penyakit rohaniah yang ditularkan oleh hati yang tak terawat secara baik menyebabkan manusia mendustakan kebenaran yang sesungguhnya nyata. Merekalah orang-orang yang mengalami kerendahan budi, tercabut sisi kemuliaan dari dirinya. Pandemi yang ditimbulkannya dapat memakan korban silih berganti.

Sebaliknya pula, manusia yang mampu merawat hatinya dengan baik bermakna qalbunya telah disinari oleh kecemerlangan seri pantai dan seri gunung akidah dan akhlak. Cahaya itulah yang paling setia menyertai dirinya di akhirat yang abadi kelak. Sinar Ilahi itu pulalah yang menuntunnya memasuki surga Allah dengan segak. 

Berawal dari mata, terus turun hingga ke kaki, sampai menusuk ke jantung-hati, manusia  seyogianya menjaganya dengan sekuat dapat. Pasalnya, persebatian kebaikan jasmaniah dan keelokan rohaniah memudahkan jalan bagi manusia menuju akhirat. Jika tidak, sia-sialah segala-galanya, termasuk kehebatan dan kemuliaan dunia yang pernah didapat. Bukankah tipu-daya sememangnya dunia yang empunya sifat? 

Pandai-pandailah menjaga diri dan merawat martabat karena kehidupan dunia tiada kekal, waktunya hanyalah sesaat. Akan tetapi, anekaragam godaannya (harta, pangkat, jabatan, kebanggaan, dan sejenisnya) boleh membawa sesat. Sesat itulah yang membangun jalan buntu sebuntu-buntunya untuk menuju kebahagiaan surga,  termasuk bagi mereka yang selama hidupnya di dunia tak percaya akan adanya alam akhirat. 

Orang beragama tentulah tak patut mengikuti jejak mereka yang saluran hatinya tersumbat sehingga tak mampu membaca kebenaran. Selamat menunaikan ibadah-ibadah Ramadan, yang cahayanya memang diciptakan untuk dipancarkan kepada orang-orang yang beriman. Semoga terhapus segala dosa dan dapat kembali fitrah dalam rahmat Allah yang tiada berkesudahan.***

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top