HATI yang betul hendaklah disahaja. Pasalnya, hati itulah sumber penyakit rohani yang sering menerpa. Artinya, hati harus dipelihara secara seksama supaya tetap baik sehingga segala penyakit rohani tak melanda jiwa, yang ternyata berpengaruh kepada jasmani jua. Menjaga hati menjadi tanggung jawab setiap manusia, apatah lagi pemimpin, yang jiwa dan raganya tak boleh terdera sebarang cacat dan cela. Bukankah pemimpin seyogianya menjadi suri tauladan bagi sesiapa sahaja?
Melalui syair nasihat dalam Tsamarat al-Muhimmah (Haji dalam Malik (Ed.), 2013), bait 4, Raja Ali Haji rahimahullah memberikan wasiat kepada anak-cucunya. Wasiat itu lebih dikhaskan kepada para pemimpin agar tetap terpelihara kesehatan rohaninya.
Ayuhai anakanda muda remaja Jika anakanda menjadi raja Hati yang betul hendak disahaja Serta rajin pada bekerja
Dalam Tsamarat al-Muhimmah diperikan kemungkinan empat belas penyakit rohani akibat hati tak terpelihara dengan baik. Jika satu atau beberapa penyakit itu menyerang para pemimpin, alamat tugas dan tanggung jawab kepemimpinan tak akan dapat dilaksanakan secara efektif. Dampaknya tentulah negeri dan atau negara serta rakyat yang dipimpinnya akan menderita karena pemimpinnya sedang diserang oleh wabah penyakit yang mengunggis jiwa.
“Pada menyatakan yang jadi cacat dan cedera kepada raja-raja dan kepada orang besar-besar daripada sifat kecelaan yang di dalam hati atau lainnya, yang jadi mendatangkan kepada dirinya mudarat yang besar atau kepada lainnya…. Pertama, takabur, yakni membesarkan diri pada tiada diizinkan syarak…. Kedua, ghadlab, (yakni) pemarah itu sifat yang kecelaan yang di dalam hati…. Ketiga, al-hasad, yakni dengki itu satu sifat yang mahabesar kecelaannya barang yang di dalam hati…. Keempat, tamak, yakni loba kepada perolehan dunia dan loba pada perolehan hawa nafsu yang melampaui daripada had syarak…. Kelima, bakhil, yakni kikir … sifat kecelaan yang membawa cacat … istimewa pula kepada raja-raja dan orang besar-besar…. Keenam, maghful, yakni lalai dan lengah pada mentadbirkan kerajaan…. Ketujuh, israf, yakni lebih-lebihan … pada membuangkan harta yang tiada memberi faedah kepada syarak…. Kedelapan, al-mazah dan mustahaza’, yakni bergurau-gurau dan mempersendakan orang dan memperolok-olok dia…. Kesembilan, al-kidzb, yakni dusta mukhaliful wa’di, yang menyalahi janji kalamul fahisy, yakni perkataan yang keji-keji…. Kesepuluh, al-juz’u, yakni keluh kesah ketika kedatangan satu bala dan susah…. Kesebelas, ‘ajlah, yaitu gopoh kepada pekerjaan yang harus diperlahankan…. Kedua belas, taswif, yakni melambatkan pekerjaan yang kebajikan…. Ketiga belas, lam yaza al-khair, (yakni) tiada membalas orang yang berbuat baik dan berbuat jasa kepadanya…. Keempat belas, la yabalu ad-din, (yakni) tiada hirau akan agama….” (Haji dalam Malik (Ed.) 2013, 105-139).
Jenis penyakit rohani yang diuraikan panjang lebar dalam Tsamarat al-Muhimmah itu diringkaskan secara indah dalam Gurindam Dua Belas (Haji, 1847), Pasal yang Keempat, bait 1-11. Sekali lagi ditegaskan bahwa hatilah yang menjadi punca semua penyakit rohani itu. Malangnya, ada di antara manusia, termasuk pemimpin, tak menyadari bahwa dirinya sedang diserang virus penyakit rohani yang sangat berbahaya. Yang lebih mengerikan lagi, di antara mereka ada yang memang sengaja menyuburkan virus itu di dalam dirinya. Contoh yang paling tepat untuk itu adalah Fir’aun. Walaupun jasmaninya sehat wal’afiat, ternyata penyakit rohanilah yang membinasakan diri dan kekuasaannya.
Hati itu kerajaan di dalam tubuh Jikalau zalim segala anggota pun roboh Apabila dengki sudah bertanah Datanglah daripadanya beberapa anak panah Mengumpat dan memuji hendaklah pikir Di situlah banyak orang yang tergelincir Pekerjaan marah jangan dibela Nanti hilang akal di kepala Jika sedikit pun berbuat bohong Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung Tanda orang yang amat celaka Aib dirinya tiada ia sangka Bakhil jangan diberi singgah Itulah perompak yang amat gagah Barang siapa yang sudah besar Janganlah kelakuannya membuat kasar Barang siapa perkataan kotor Mulutnya itu umpama ketor Di manakah salah diri Jika tidak orang lain yang berperi Pekerjaan takabur jangan direpih Sebelum mati didapat juga sepih
Perihal hati yang menjadi sumber penyakit rohani, tak hanya diperikan oleh manusia biasa. Bahkan, Rasulullah SAW telah mengingatkannya dalam salah satu sabda Baginda.
Rasulullah SAW bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh kalian terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka akan baiklah tubuh seluruhnya. Akan tetapi, kalau ia rusak, akan rusak pulalah tubuh seluruhnya. Ingatlah, (segumpal daging) itu adalah hati,” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
Tak terbantahkanlah sumbernya. Segala penyakit rohani itu bersumber dari hati yang tak terpelihara. Para pemimpin yang benar-benar ikhlas hendak melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinannya tentulah senantiasa waspada agar terhindar dari sebarang virus penyakit hati yang sangat berbahaya. Nasib bangsa dan negara menjadi taruhannya. Mereka yang sengaja memelihara virus aneh itu di dalam dirinya tentulah lain pula matlamat dan karenah kepemimpinannya. Manusia memang begitulah rupa-rupanya, intaha.***