Ada tiga torehan sejarah baru yang diciptakan oleh PT Balai Pustaka dalam Lomba Berbalas Pantun Tingkat Nasional yang diselenggarakan sejak pendaftaran yang dimulai pada bulan Maret 2021 sampai dengan pengumuman 10 besar tingkat nasional yaitu pada tanggal 26 Mei 2021 kemarin dan akan menetapkan 3 juara tingkat nasional pada tanggal 1 Juni 2021 mendatang.
Sejarah yang ditorehkan oleh PT Balai Pustaka sebagai penyelenggara Lomba Berbalas Pantun tingkat Nasional ini adalah pertama, jumlah peserta mencapai 1085 peserta yang terdiri dari dua kategori yaitu Milenial BUMN se- Indonesia dan tingkat umum yang terdiri dari unsur sanggar seni, sekolah atau komunitas se – Indonesia, kedua, peserta diikuti oleh seluruh daerah mulai dari Aceh sampai Papua, ketiga, pertama kali dengan materi pengiriman video oleh para peserta dan pantun dilantunkan dengan kreasi didendangkan atau diiringi dengan musik.
Dalam lomba berbalas pantun tingkat nasional ini, Balai Pustaka tak tanggung-tanggung dalam menghadirkan Dewan Juri yaitu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebagai Dewan Juri Kehormatan, Syam C. Haesy, seorang budayawan Melayu, dan artis terkenal Indonesia yaitu Dewi Yull, serta penulis sendiri sebagai salah seorang yang diamanahkan menjadi salah satu Dewan Juri karena pernah meraih Rekor MURI Berbalas Pantun selama 6 Jam di TIM tahun 2008.
Pada tulisan kali ini, Penulis yang mendapatkan amanah sebagai Dewan Juri sedikit memberikan rangkuman catatan penjurian terhadap Lomba Berbalas Pantun Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh PT Balai Pustaka ini.
Pertama, dalam lomba berbalas pantun, yang menjadi fokus utama adalah pantun. Pantun merupakan bumbu utama dalam penyajian berbalas pantun, tanpa pantun yang berkualitas maka lomba berbalas pantun ini akan kehilangan substansinya.
Pantun yang disajikan oleh 1085 peserta dapat dikatakan cukup baik namun ada beberapa catatan yaitu pada kaidah pantun yang harus lebih diperhatikan dan dibenahi, khususnya dalam hal jumlah kata, jumlah suku kata, dan persajakan.
Selain itu, pantun-pantun yang kemudian ditulis dan menjadi konsep utama dalam berbalas pantun harus memenuhi unsur diksi pantun baik pada sampiran ataupun isi. Banyak diksi yang digunakan bukanlah diksi pantun, sehingga belum dapat dikatakan sebuah pantun atau hanya sebuah kata-kata berima yang menyerupai pantun.
Namun, sebagian dari 1085 peserta yang notabene-nya dari seluruh Indonesia dan bukan saja berasal dari bumi Melayu serumpun yang sudah terbiasa dengan budaya berpantun, ternyata memiliki kualitas pantun yang cukup baik. Misalnya sebuah pantun dari salah satu peserta berikut.Â
Apa guna keris berkelok Jika tiada menyimpan bisa Apa guna berparas elok Jika tiada berbudi Bahasa
Pantun di atas jika dikaji dengan pendapat Muhammad Haji Salleh (2014) bahwa pantun ini memiliki nilai imbangan rima yang sama ukur atau disebut Semukur dalam bagian sampiran dan juga bagian isinya.
Dalam kedua bagian pantun baik sampiran dan isinya memiliki bentuk simetris dimana dalam pantun yang indah sama ukuran, iramanya dan sintaksisnya dengan bagian pertama yaitu sampiran dan bagian kedua yaitu isinya.
Kesimbangan pantun ini juga karena sampiran dan isi mengandung makna yang cukup sama maknanya yaitu sama-sama bermakna, sesuatu hal akan berguna jika terdapat syarat lain yang melengkapinya sehingga sesuatu itu benar-benar berguna secara paripurna.
Keris berkelok akan sempurna jika memiliki bisa atau racun yang dapat ampuh membinasakan lawan dengan cepat, begitu juga berparas elok akan sempurna jika seseorang itu memiliki budi Bahasa yang elok seelok parasnya.
Selain itu, pantun di atas, jika dianalisis dengan pendekatan Suseno (2006), persajakan sempurna pada kata kedua pada setiap barisnya dengan persajakan kata keempat atau kata terakhir pada setiap barisnya, dan jenis persajakannya adalah persajakan penuh, lihat kata kelok dengan kata elok serta kata bisa dengan kata bahasa
Kedua, karena konteks lombanya adalah Lomba Berbalas Pantun, maka unsur yang harus terpenuhi adalah unsur berbalas pantun yang harus terpenuhi yaitu adanya interaksi antar pemantun atau pantun yang disusun harus memiliki keberkaitan pantun baik secara isi atau makna pantun yang disampaikan oleh para pemantun.
Berbalas dalam hal ini dinilai dalam dua hal, pertama, interaksi langsung antar pemantun dalam bentuk interaksi face to face, yang secara jelas pantun yang diucapkan harus memiliki keberkaitan satu sama lain, kedua, jika berbalas pantun dilakukan ditempat yang berbeda-karena di dalam lomba berbalas pantun ini, pemantun boleh berada di tempat yang berbeda-dan pola interaksi tidak terjadi face to face, maka pantun yang diucap atau dilantun harus memiliki keberkaitan isi dan makna.
Sehingga meski berbalas pantun pada tempat yang berbeda namun pantun tampak berbalas. Pantun bukanlah pantun yang berdiri sendiri, dimana pemantun melantunkan secara bergantian-seolah berbalas pantun-namun pantun tidak memiliki keberkaitan satu sama lain. Perhatikan pantun yang saling berbalas dengan tradisi Ronggeng khas Melayu Deli berikut.Â
Tambah sembilang ikan berduri Letak melapun atas jerami Berharap hilang petaka negeri Virus apapun harus dibasmi Dibalas dengan pantun berikut. Letak melapun atas jerami Pagar sekaki dijemur pandan Virus apapun harus dibasmi Agar rezeki pulang ke badanÂ
Kedua pantun tersebut, selain di dalam visualnya terjadi interaksi langsung face to face oleh pemantun, pantun yang diucapkan juga memiliki keterkaitan di dalam isi dan makna pantun, bahkan pantun ini dapat dikategorikan pantun berkait, karena beberapa kalimat pantun baik pada sampiran dan isi yang berada di pantun sebelumnya dibalas pada kalimat pantun berikutnya pada bagian sampiran dan isi, sehingga bukan saja tampak berbalas secara langsung, pantun pun secara makna tampak saling berkait.
Ketiga. Selain kesempurnaan pantun dan unsur berbalas pantun terpenuhi, maka syarat ketiga penilaian peserta yang dianggap maksimal adalah ketika cara penyajian pantun dan berbalas pantun yang juga harus menarik, artistik, kreatif dan estetik.
Sehingga pantun yang disusun dapat tersampaikan dengan baik dan kuat secara substantif dan menjadi suatu seni pertunjukan berbalas pantun yang apik dan sifatnya sebagai media hiburan, media pembelajaran dan media pelestarian budaya.
Berbalas pantun dalam ini bukan saja menampilkan pantun dan berbalas pantun yang sudah sesuai dengan kaidahnya, namun juga harus terdapat unsur hiburan, kreativitas, penyampaian nilai-nilai dan memunculkan keberagaman budaya dalam berpantun, sehingga kemasannya harus merupakan paket lengkap, bukan saja pantunnya baik, unsur berbalas pantun-nya dapat terpenuhi dan penyajiannya harus maksimal.
Dalam konteks lomba berbalas pantun tingkat nasional yang diselenggarakan oleh PT Balai Pustaka, kreativitas peserta dengan memadukan nada dan irama zapin, langgam, inang, serta joget juga terdapat kreativitas dengan tembang Jawa, madihin, irama Bugis, alunan saluang Minang, bahkan sampai irama lagu Rap, atau Hip-Hop dan sangat tampak keberagaman.
Secara umum perlombaan berbalas pantun ini merupakan sebuah usaha cemerlang dalam membumikan pantun di nusantara dan menguatkan pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia. Syabas dan salam hebat kepada PT Balai Pustaka, Tak Pantun Hilang di Nusantara.