Riouw Raad (1947-1950)

Kembalinya pemerintahan Hindia Belanda ke Tanjungpinang pada tahun 1946  semakin memperkuat tuntutan masyarakat Kepulauan Riau untuk mendapatkan hak pemerintahan sendiri (zelfbestuur), dan sekaligus menjadi bagian yang tak telepaskan dari berbagai reaksi yang muncul selepas berita roklamasi kemerdekaan oleh Soekarno dan Hatta sampai ke Tanjungpinang pada 21 Agustus 1945.

Sebagai jawaban terhadap tuntutan itu, maka pada akhir tahun 1946, pemerintah Belanda di Tanjungpinang memutuskan membentuk semacam dewan atau badan penasehat (Advies-Raad) pada setiap Onderafdeeling dalam wilayah pemeromtahan Residentie van Riouw yang berdiri kembali setelah kekalahan pemerintahan Balatentara Jepang. Badan atau dewan penasehat inilah yang kemudian berkembang menjadi Riouw Raad Sementara (Dewan Riau Sementara) pada tahun itu juga.

Riouw Raad Sementara ini adalah “sebuah panitia persiapan” yang diberi tugas untuk mempersiapkan segala sesuatunya dalam rangka pelaksanaan pemerintahan otonomi terbatas di Residentie Riouw. Dengan katan lain, Riouw Raad Sementara adalah sebuah lembaga hasil kompromi win-win solution ketika benturan  politik antara masyarakat Kepulauan Riau dan pemenrintah Hindia Belanda tampil dalam corak yang berbeda setelah proklamasi 17 Agustus 1945.

 Setelah Riouw Raad Sementara (RRS) berhasil membuat Undang-Undang Dasar Daerah Riouw sebagai pedoman pemerintahan otonomi terbatas dan peraturan “pemilihan umum” untuk daerah Residentie van Riouw (Kiesverordening Riouw), maka RSS dibubarkan pada tahun 1947.

Sebagai gantinya, dibentuklah  Riouw Raad (Dewan Riouw) yang anggotanya berasal perwakilan setiap Onderafdeeling hasil ‘pemilihan umum’ di Residentie Riouw. Anggota Riouw Raad yang definitif itu dilantik pada tanggal 4 Agustus 1947, dan diamanakan dengan tugas serta tanggungjawab menjalankan pemerintahan daerah otonomi terbatas di Residentie van Riouw di Tanjungpinang. Dalam upacara pelantikan itu hadir juga Algemene Regering Commissaries (Komisaris Pemerintahan Umum) pemerintah Hindia Belanda untuk wilayah Kalimantan dan Timur Besar.

Riouw Raad berkedudukan di Tanjungpinang. Lembaga ini menempati sebuah gedung megah yang terletak di lereng Bukit Tanjungpinang: Sebuah bangunan modern dengan gaya arsitektur Art Deco yang dibangun pada tahun 1930 (pada tahun 1955 gedung ini dipilih menjadi kantor dan studio RRI Tanjungpinang yang tertama).

Sebagai sebuah dewan pemerintahan daerah dalam wilayah pemerontahan Belanda di Residentie van Riouw, keanggotaan dalam Riouw Raad antara lain terdiri dari wakil masyarakat Melayu tempatan, pejabat- pejabat  Belanda di Tanjungpinang, dan orang-orang Tionghoa yang pada waktu itu turut mewarnai panggung politik di Tanjungpinang, ibu kota Residentie van Riouw.

Sebagai ketua Riouw Raad pertama terpilih Muhammad Apan, anak watan Pulau Penyengat yang kelak menjadi bupati Kepulauan Riau  pertama. Selanjutnya, pada tahun 1949 hingga tahun 1950 ketua Riouw Raad dipercayakan kepada Muchtar Husin anak Kampung Jawa.

Untuk menjalankan fungsinya sebagai pemegang kendali pemerintahan otonomi terbatas di Residentie van Riouw, maka berdasarkan besluit (surat keputusan) Resident Riouw Dr. J. van Waardenburg  No. 201/32 tanggal 15 Juli 1948, diserahkanlah delapan kantor dan urusan pemerintahan daerah sebagai bagian dari wewenang Riouw Raad, yakni:  Pemerintahan umum (Pamong-Praja); Urusan  Dienst Volk Gezondheid (Dinas Kesehatan Rakyat); Openbare Werken (Urusan Pekerjaan Umum); Boschwezen (Kehutanan); Onderwijs en Opvoeding (Urusan Pengajaran dan Pendidikan); Tjatuan Urusan Distributie; Jawatan Penerangan Daerah; dan Urusan Keungan daerah.

Sementara itu, sembilan bidang lainnya yang mencakupi, urusan Post Telefoon dan Telegraff (PTT), Kadaster Pendaftaran Tanah, Pengadilan Negeri, Justitie dan Gevangeniswezen (Kehakiman dan urusan penjara), Pandhuisdienst (urusan pegadaian), Perlayaran, Imigrasi, Polisi, dan Kantor Pajak, tetap menjadi wewenang Resident van Riouw sebagai perpanjangan tangan pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belandadi Tanjungpinang.

Ketika tejadi penyerahan kedaulatan dan pemerintahan wilayah Hindia Belanda dari pemerintah Hindia Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 27 Desember 1949, maka untuk wilayah Kepuluan Riau, pemerintah pusat RIS mendelegasikannya kepada Muchtar Husin selaku ketua  Riouw Raad yang bertindak mewakili pemerintah Republik Indonesia Serikat dan sekaligus menjadi pimpinan sementra atas seluruh kendali pemerintahan di Kepulauan Riau ketika itu.

Fungsi dan peranan  Riouw Raad ini mulai goyah ketika gencarnya tekanan dan desakan pemuda-pemuda Tanjungpinang yang tergabung dalam Panitia 17: sebuah lembaga adhoc yang dipimpin oleh Zamachhsjari serta angota-anggota Gerakan Pemuda Indonesia (GEPINDO) pimpinan Muhammad Jacob Hasibuan yang dengan menuntut pembubaran Riouw Raad bikinan Belanda dan mendesak penggabungan daerah Kepulauan Riau ke dalam negara kesatuan Republik Indonesia pada awal tahun 1950.

Akhirnya, dua hari menjelang digelarnya Rapat Raksasa dan demontrasi besar-besaran pemuda Tanjungpinang yang tergabung dalam Panitia 17, seluruh anggota Riouw Raad menggelar rapat kilat yang memutuskan untuk membubarkan diri pada tanggal 18 Maret 1950.

Selanjutnya, seluruh anggota Riouw Raad bersama pemuda-pemuda progresif yang tergabung dalam Panitia 17 mendesak pemerintah Republik Indisnesia Serikat (RIS) menggabungkan seluruh daerah Kepulauan Riau ke dalam negara kesatuan Republik Indonesia.***

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top