Kerkhof di Tanjungpinang

Orang Tanjungpinang menyebut kompleks pemakan tua itu kerkop; sebuah nama yang asalnya dari kosa kata dalam bahasa Belanda yang telah diserap menjadi kosa Bahasa Indonesia.Dalam kamus bahasaBahasa Indonesia, lema kerkop ini dijelaskan sebagai kuburan orang Eropa, atau kuburan Belanda.

Dalam bahasa Belanda, kerkopditulis kerkhof, dan makna kamusnya juga perkuburan. Sebaliknya, secara harpiah, kerkhof dalam bahasa Belanda artinya adalah halaman belakang gereja.

Namun demikian, bukan berarti di seluruhkerkhof, termasuk yang ada di Tanjungpinang ini dulunya ada gereja. Asal usul istilah kerkhof yang digunakan untuk menyebut perkuburan dalam bahasa Belanda ini erat kaitannya dengan tardisi lama orang Belanda yang lazimnya menempatkan pemakaman di halaman belakang gereja atau kerk.

Pada masa lalu (pertengahan abad 19 hingga dekade ketiga abad yang lau), kerkhof di Tanungpinang terletak di kawsan Kampong Bakar Batoe Tengah, tepatnya di Bakar Batoe Bovenweg (Jalan Bakar Batu Atas, dankini bernama Jalan Kemboja) yang membentang di depannya.

Kompleks pemakaman yang warna asli pagarnya adalah hitam dan putih itu merupakan pemakaman elit khusus orang Eropa dan mereka yang disetarakan dengan orang Belanda di Tanjungpinang pada zamannya. Dikatakan elit bukan saja karena yang dimakam disitu adalah orang Eropa dan yang etaranya dengannya saja, tapi juga karena bangunan makam yang ada disitu dulunya indah-indah dan mewah dari segi hiasan, serta material yang digunakan.

Meskipun disebut kompleks pemakaman Belanda, kerkhof di Tanjungpinang adalah bagian dari sejarah dan salah bukti sejarah Tanjungpinang masa lalu. Dari sebagaian kecil nama-nama orang yang masih dapat dibaca pada sejumlah makam yang masih ada, terlihat betapa kosmopolitnya Tanjungpinang pada masa lalu jika dilihat dari komposisi penduduknya pada masa kini.

Dari sejumlah inskripsi yang masih terdapat di makam yang terdapat di kerkhof  Tanjungpinang, sedikit banyak  dapat diketahui asal-usl mereka yang bermakam disitu. Ternyata tidak hanya orang Belanda, tapi juga ada yang berdarah Prancis, Pertugis, Jerman, dan Inggris. Bahkan beberapa diantaranya ada yang beragama Islam: khusus untuk orang eropa yang beraga Islam ini lokasi makamnya terletak tempat yang agak tinggi di bagian belakang, berhampiran dengan kaki bukit.

Sayang, upaya  penyelamatan terhadap koleks makam tua ini agak terlambat dilakukan, sehingga banyak makam-makam tokoh-tokoh penting hilang dan rusak, yang pada akhirnya menghilangkan beberapa informasi penting tentang sejarah Tanjungpinang yang yang terdapat pemakan itu. Apalagi kompleks pemakaman ini telah ada jauh sebelum sejumlah laporan-laporan pemerintah Belanda yang berasal dari tahun 1840-an mencatatnya.

Makam von de Wall

Banyak orang Eropa yang penting dalam perjalanan sejarah Tanjungpinang zaman kolonial dimakamkan di kerkhof ini. Mulai dari perwira militer, guru, pendeta, resident, hingga pengusaha dan pedagang kaya.

Beberapa diantaranya layak disebutkan karena sumbangan dalam sejarah Tanjungpinang. Yang pertama tentulah Hermann Theodor Friederich Karl Emil August Cassimir von de Wall (lebih dikenal sebagai von de de wall), seorang Belanda berdarah Jerman yang jabatan terakhirnya adalah Resident van Riouw.

Pada awalnya von de Wall datang ke Tanjungpinang sebagai sebagai tall vorser (pegawai bahasa). Selama di Tanjungpinang, ia banyak menyalin manuskrip Melayu Riau-Lingga, yang hingga kini masih tersimpan di Perpustakaan Nasional. Dan yang paling penting dialah yang menyusun kamus Bahasa Melayu-Bahasa Belanda dengan bantuan Raja Ali Haji dan Haji Ibrahim dari Pulau Penyengat.

Pemikiran von de Wall de tentang sebuah kamus bahasa Melayu-Bahasa Belanda, pada akhirnya telah memicu lahirnya gagasan bernas Raja Haji tentang kamus Bahasa Melayuyang diwujudkannya dalam bentuk kamus ensiklopedis monolingual berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa.  Von de Wall wafat (overleden) di Tanjungpinang pada 2 Mei 1873 dalam usia 68 tahun. Sayang, makamnya tak berbekas lagi di kerkhof  Tanjungpinang.

Di kerkhofTanjungpinang  juga bermakam Nikolaas Pluim Mentz, seorang pendeta (predikant) pertama di Tanjungpinang yang wafat pada 20 Februari 1855. Selain itu, disini pula bermakam Jan Brouwers. Semasa hidupnya,ia menjabat sebagai kepala sekolah dasar untuk bangsa Eropa di Tanjungpinang (in leven hoofd der school te Riouw). Ia wafat di Tanjungpinang pada 13 Agustus 1897 dalam usia 32 tahun 11 bulan.

Adalah Jan Brouwers yang pertamakali menemukan bakat dan keistiweaan Haji Agus Salim ketika the grand old man menjadi pelajar di Holandsch Indlansche School (HIS) Tanjungpinang yang dipimpinnya.  Tangan dingin Jan Brouwers telah memungkinkan Agus Salim muda menjadi pelajar HIS terbaik di seluruh Hindia Belanda pada akhir akhir abad ke-19 dan disebut-sebut oleh R.A. Kartini dalam  sepucuk surat sebagai,  “…orang Sumtra berasal dari Riouw (baca; Tanjungpinang)…”

Di kompleks kerkhof ini juga pernah ada makam pasangan suami istri S.W. Younge yang terkenal karena perusahaan listriknya yang terletak di Jl. Bakar Batu telah  menerangi seantero Tanjungpinang sejak tahun 1920-an.

Tuan dan Nyonya Yong (demikian orang Tanjungpinang menyapanya) wafat secara berturut-turut pada tahun 1946 dan 1951. Sebagai orang kaya di Tanjungpinang pada zamannya, makam pasangan suami istri ini adalah salah satu makam yang paling indah dan mewah: beratap beton putih dn berlapis pualam putih dari Itali.***

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top