DALAM era pasca-kebenaran intervensi pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan jati diri dan patriotisme di kalangan anak bangsa sangat mustahak dilakukan. Jika tidak, dikhawatirkan bangsa kita, khasnya generasi muda, akan terpengaruh oleh nilai-nilai budaya negatif yang berasal dari luar, yang tak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan tamadun bangsa kita. Di samping itu, masuknya pelbagai budaya asing yang demikian derasnya dapat membawa akibat terjejasnya nilai-nilai budaya dan tamadun kita yang terala (luhur) sehingga harus diantisipasi, juga secara cerdas, arif, kreatif, dan inovatif.
Di antara upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pengaruh budaya global yang negatif itu adalah dengan diselenggarakannya kegiatan seni-budaya. Program semacam ini tak semata-mata efektif untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dan tamadun yang terala, tetapi juga dapat meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap tanggung jawab mempertahankan jati diri dan patriotisme agar keberadaan bangsa kita tetap diperhitungkan dalam persaingan dalam segala bidang kehidupan di dunia ini. Program itu juga merupakan upaya nyata pemajuan kebudayaan untuk menciptakan bangsa Indonesia yang bahagia.
Secara umum, kegiatan seni-budaya bertujuan untuk mengekalkan, mengembangkan, dan membina seni-budaya. Dengan pengekalan dimaksudkan agar semua jenis seni dan budaya dapat dipertahankan dan nilai-nilainya yang terala dapat dipertahankan sebagai pedoman nilai bagi anak bangsa dalam menjalani kehidupan.
Setiap jenis dan cabang seni-budaya tak hadir dalam keadaan kosong belaka. Di dalamnya terkandung nilai-nilai terala yang dijunjung tinggi oleh bangsa kita zaman-berzaman. Nilai-nilai tersebut merupakan kearifan bangsa kita yang telah wujud sejak lama dan masih tetap bertahan sampai setakat ini. Nilai-nilai terala yang dianggap baik itulah yang dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan bersama bangsa-bangsa lain di dunia ini. Pada gilirannya, nilai-nilai itu membentuk jati diri dan patriotisme di kalangan anak bangsa, bukan sekadar media hiburan belaka. Oleh sebab itu, pelbagai jenis dan cabang seni-budaya berperan yang sangat mustahak dalam kehidupan setiap bangsa. Atas dasar itulah, keberadaannya seyogianya dipertahankan dan fungsinya di kalangan pemilik sahnya harus terus-menerus ditingkatkan.
Dalam tamadun Melayu, misalnya, semua jenis dan cabang seni-budaya mengandungi tiga unsur utama: bahasa, adat-istiadat dan budaya, dan nilai-nilai agama yang diyakini oleh masyarakatnya. Ketiga unsur itu mewujudkan jati diri dan patriotisme. Dengan demikian, kegiatan seni-budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya mempertahankan keberadaan bangsa kita di dunia ini.
Melalui kegiatan seni-budaya, kita dapat menghayati keistimewaan, keindahan, keelokan, dan keunggulan bahasa. Penghayatan, sebaik-baiknya disertai pengetahuan dan pemahaman, itu menyadarkan kita akan jati diri kita yang tercermin di dalam bahasa yang digunakan itu. Pada gilirannya, patriotisme bangsa pun menjadi bangkit untuk melanjutkan perjuangan untuk memartabatkan bahasa kita seperti yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak 5.000 tahun lampau.
Pelbagai jenis dan cabang seni-budaya, khasnya seni-budaya tradisional, tersurat atau tersirat, mengikuti peraturan atau ketentuan adat-istiadat dan mengandungi nilai-nilai budaya. Oleh sebab itu, perkara-perkara yang berhubung dengan adab, sopan-santun, dan budi pekerti sangat diperhatikan dalam setiap jenis dan cabang seni-budaya Melayu. Semua perkara itu berhubung erat dengan kecerdasan, kearifan, dan keyakinan bangsa kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena mengandungi nilai-nilai mulia yang dianggap baik itulah, jenis dan cabang seni-budaya itu masih kekal hingga setakat ini.
Banyak sekali jenis dan cabang seni-budaya. Di dalamnya ada (1) kesusastraan: cerita rakyat, hikayat, dan lain-lain (prosa lisan dan tulis), mantra, ungkapan atau pepatah, pantun, syair, gurindam, nazam, dan lain-lain (puisi lisan dan tulis), (2) lagu-lagu rakyat, (3) seni musik, (4) seni tari, (5) seni lukis, (6) seni rupa, (7) seni terapan (ragam hias, tenunan, batik, arsitektur, dan lain-lain), (8) permainan rakyat, dan sebagainya. Di dalam semua jenis dan cabang seni-budaya itu terdapat unsur kecerdasan, kearifan, dan keyakinan bangsa kita sehingga sangat bermanfaat bagi generasi muda jika dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan di dalam kehidupan ini.
Sekadar ilustrasi, diperikan beberapa cabang seni-budaya dan keistimewaan yang terkandung di dalamnya. Yang pertama disajikan pantun.
Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang di telapak tangan
Walau jauh beribu batu
Hilang di mata di hati jangan
Pantun di atas menampilkan kecerdasan dan kearifan. Amanatnya tiada lain untuk menegaskan bahwa perhubungan silaturrahim tak boleh putus walaupun kita hidup di tempat yang berjauhan. Selain itu, pantun itu juga menyiratkan bahwa hidup berjauhan di antara orang yang saling mengasihi atau mencintai sesungguhnya menyakitkan (menanggung rindu). Di situlah letaknya kecerdasan dalam menggunakan sampiran pantun tersebut. Pucuk pauh itu tinggi, sedangkan pohon delima-batu rendah. Sampiran ini digunakan untuk membayangkan dua orang yang hidup berjauhan di tempat tinggal yang berbeda. Sebagai akibatnya, orang yang saling menyayangi akan berasa sakit menanggung rindu. Hal itu dibandingkan dengan anak sembilang di telapak tangan. Bukankah ikan sembilang memiliki sengat yang luar biasa bisanya. Begitulah perumpamaan sakit menanggung rindu. Pantun “pucuk pauh” menunjukkan begitu luar biasa pula kecerdasan bangsa kita, khasnya dalam memahami dan memaknai kehidupan ini.
Kalau roboh Kota Melaka
Papan di Jawa kami dirikan
Kalau sungguh bagai dikata
Nyawa dan badan kami serahkan
Sampiran pantun di atas mengisyaratkan makna bahwa bangsa kita (1) pekerja keras (memiliki etos kerja yang baik) dan (2) tak pernah berputus asa. Isinya pula menampilkan amanat bahwa (1) bangsa kita suka berterus terang (apa yang dikata itu pulalah yang dikota atau dilaksanakan) dan (2) rela berkorban apa saja, termasuk berkorban nyawa, demi bangsa dan negaranya (konsisten dan konsekuen). Di situlah letaknya nilai jati diri dan patriotisme pantun “Kota Melaka” tersebut.
Lambang dan makna pelbagai ragam hias pun biasa disampaikan dalam bentuk pantun. Berikut ini contohnya.
Hiasan Pucuk Rebung Duduk
Berpadu dengan bunga sekuntum
Laku elok perangai pun elok
Hilir dan hulu namanya harum
Pantun di atas menjelaskan lambang dan makna ragam hias yang bercorak (motif) Pucuk Rebung Duduk yaitu salah satu variasi dari corak Pucuk Rebung dalam Ragam Hias Melayu (untuk tenun, batik, sulam, hiasan dinding, dan sebagainya). Dengan pantun itu, orang akan mengetahui setiap lambang yang digunakan dalam ragam hias Melayu beserta maknanya. Dalam hal ini, lambang yang digunakan semuanya bermakna baik dan mulia menurut masyarakat.
Selain pantun, syair juga menampilkan nilai adat-istiadat dan budaya yang dijunjung tinggi oleh bangsa kita.
Kehidupan rakyat janganlah lupa
Fakir miskin hina dan papa
Jangan sekali tuan nan alpa
Akhirnya bala datang menerpa
Syair di atas mengingatkan para pemimpin supaya memperhatikan kesejahteraan rakyat. Setiap pemimpin wajib menolong rakyat, terutama mereka yang kurang beruntung dalam hidupnya.
Inilah nasihat ayahanda tuan
Kepada anakanda muda bangsawan
Nafsu yang jahat hendaklah lawan
Supaya anakanda jangan tertawan
Bait-bait syair di atas dipetik dari karya Raja Ali Haji rahimahullah dalam buku beliau Tsamarat al-Muhimmah (1858). Nasihat yang terkandung dalam syair terakhir adalah orang muda-muda harus senantiasa mengendalikan hawa nafsu supaya tak terjerumus ke dalam perbuatan yang tercela. Pendek kata, semua nilai kebajikan yang diajarkan oleh adat-istiadat dan budaya kita dapat disampaikan dengan menggunakan syair.
Karya seni-budaya kita umumnya mengandungi nilai-nilai keagaman. Agama Islam, misalnya, memang mengajarkan manusia supaya mengikuti ajaran agama secara menyeluruh (kaffah), bukan separuh-separuh atau setengah-setengah. Hal itu sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah, ayat 208.
Selari dengan petunjuk Allah itu, karya-karya seni-budaya yang mengandungi dan atau tak bertentangan dengan ajaran agama akan dipandang tinggi dan mulia oleh masyarakat. Oleh sebab itu, banyak karya seni-budaya kita yang mengandungi nilai-nilai religius berhubung dengan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah (perhubungan dengan sesama manusia).
Pangkal berbelit di pohon jarak
Jarak tumbuh di tepi serambi
Jalan ditegah oleh syarak
Inilah hukum dibencikan Nabi
Buah kepayang dibelah-belah
Taruh ke dalam raga rotan
Hendak sembahyang takbirnya salah
Hati di dalam diharu syaitan
Pantun di atas dipetik dari buku Perhimpunan Pantun Melayu (1877) karya Haji Ibrahim yaitu penulis dari Kesultanan Riau-Lingga yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji. Pantun-pantun itu masing-masing berkenaan dengan masalah-masalah (1) akidah dan (2) ibadah.
Selain pantun, syair pun banyak yang mengandungi nilai religius. Marilah kita perhatikan bait syair berikut ini.
Sifat kepujian dihimpun kepadanya
Sifat kecelaan jauh daripadanya
Hai segala kamu umatnya
Ikut olehmu akan jalannya
Lalu disuruhnya hantar pulang
Takutkan fitnah Yahudi jembalang
Tiada berapa lamanya selang
Mamanya balik ke negeri terbilang
Rangkaian bait syair di atas dikutip dari Syair Sinar Gemala Mestika Alam (1893/1894) karya Raja Ali Haji, yang berkisah tentang peri kehidupan Rasulullah. Bait-bait syair yang dikutip itu mengandungi amanat berkenaan dengan akhlak dan muamalah.
Ringkasnya, kegiatan seni-budaya memberikan manfaat berganda bagi anak bangsa kita, khususnya generasi muda. Program semacam itu dapat memperkenalkan pelbagai jenis dan cabang seni-budaya yang dimiliki oleh bangsa kita sejak dahulu. Dengan program ini, diharapkan apresiasi anak bangsa terhadap seni-budaya bangsanya menjadi lebih baik sehingga menjadi bagian dari jati dirinya.
Selebihnya, kesemuanya itu dapat menjadi penangkal dari pengaruh budaya global yang negatif dalam era pasca-kebenaran. Alhasil, pemajuan kebudayaan kita mampu mewujudkan bangsa Indonesia yang bahagia, zahir-batin, berteraskan nilai-nilai budaya sendiri.***