12 Tahun yang lalu, Mahmud mulai hadir di tengah-tengah masyarakat Tanjungpinang. Kehadiran Mahmud ini unik, sebab tidak ada satu orangpun yang tahu dimana tempat tinggalnya. Ditelisik lebih dalam, ternyata tidak hanya alamat Mahmud yang luput, namun juga saslsilah keluarga, bentuk wajah, hingga kepada sanak saudara Mahmud.
12 Tahun sudah Mahmud menjelma saban pekan di tengah masyarakat, ada saja tingkah-polahnya yang membuat masyarakat menyimpan kekeh yang berkepanjangan. Terkadang Mahmud juga membuat kesal dengan sental sentilnya kepada Pemerintah dan atau pejabat yang ada di semerata negeri Tanah Gurindam.
Itulah temberangnya Mahmud, tokoh imajiner yang mewujud jelma karya Sastrawan yang juga wakil rakyat di DPRD Kepulauan Riau, Husnizar Hood. Anehnya, semakin Mahmud temberang, semakin pula disayang.
Sangking sayangnya dengan Mahmud, hingga berpunca kepada perhelatan yang mengalu-alukan Mahmud itu. Masyarakat mewujudkannya dengan lomba “Membaca Temberang” yang ditaja oleh Pusat latihan Seni Sanggam Kota Tanjungpiang, Rabu (24/5). Hebatnya lagi, helat alu-aluan kepada Mahmud ini bukanlah lomba kosong, bukan temberang namanya kalau tidak ada yang spesial dalam perhelatan di pelataran Kedai Puisi Biru tempat Mahmud biasa ngopi meski terkadang lebih sering catat buku daripada tunai.
Dari pantauan hamba, ada 5 temberang Mahmud yang tampak pada perhelatan itu, pertama adalah hadiahnya yang jika di total mencapai Rp. 6 juta padahal jika ditenung-tenung keseharian Mahmud itu bukanlah kaya sangat, terbukti dengan beberapa cerita Mahmud yang menggambarkan untuk makan saja dia susah. Tapi memang rezeki Mahmud ini kalau kata emak hamba yang dukun itu macam kepala air, mengalir tanpa ada apa-apa aral melintang.
Kedua adalah pesertanya, Mahmud seperti hendak menunjukkan bukti bahwa sayangnya masyarakat kepada Mahmud yang temberang itu bukan di kalangan tertentu saja, buktinya Mahmud membuka selebar-lebarnya pintu usia peserta lomba, dari setingkat Kepala Sekolah, guru TK, mahasiswa, hingga kepada bocah Sekolah Dasar yang belum genap 10 tahun.
Ketiga adalah tempatnya, bukan memilih tempat dengan selera kebanyakan perhelatan lomba di Tanjungpinang, seperti pada kebanyakan, Mahmud justru memilih halaman kedai tempat dia sering ngopi itu untuk menggelar perlombaan, entah untuk menutupi bon ngopinya dengan si empunya kedai, atau siasat promosi supaya kedai kawan Mahmud itu terus ramai. Tapi memang bukannya hamba hendak mengampu Mahmud, sedap-sedap juga terasa di lidah sajian santapan di kedai Puisi Biru itu.
Temberang Mahmud kali ke empat ini adalah fasilitas buat peserta, bukan setakat wifi gratis untuk upload foto selfi dan berselancar di jejaring sosial tapi lebih dari itu, menang atau kalah saja sudah diberi bingkisan istimewa, yakni sejilid buku Temberang edisi ke-V secara cuma-Cuma, temberang kan?.
Pantauan hamba untuk temberang Mahmud yang kelima ini tampaknya perlu diberi tepukan tangan menggemuruh, betapa tidak, tim penilai yang disediakan bukanlah sembarang orang, tercatat 3 juri pengadil yang sudah puas melintang pukang di kancah Nasional maupun Internasional hadir bersama. Ada Fatih Mutih, redaktur muda media cetak harian sekaligus pengantong izin kompetensi wartawan utama termuda se-Kepulauan Riau. Ada juga Rendra Setyadiharja penyair dan Dosen Sekolah tinggi ini juga terlibat dalam menilai peserta. Juri terakhir ini yang tampaknya istimewa, namanya Hanny Mustofa, memang belum begitu lunak di telinga masyarakat Tanjungpinang, tetapi nama Hanny sudah sangat lemak di Ibukota Jakarta, terutama bagu dunia industri perfileman Indonesia, ya… Hanny Mustofa adalah salah satu sutradara film layar lebar yang sudah khatam dalam syuting dan editing (tak percaya? silahkan bertanya dengan mbah google).
Inilah temberang Mahmud yang tak bisa dibantah oleh siapapun termasuk pemerintah, entah Karena memang temberang atau hajat untuk mengenalkan kepada sutradara senior itu bahwa Tanjungpinang masih banyak menyimpan pelakon berkarakter unik yang tidak dimiliki Ibukota atau untuk menunjukkan bukti kepada Masyarakat bahwa Temberangnya Mahmud juga sudah tiba hingga ke Jakarta, entahlah… untuk yang itu hanya Mahmudlah yang lebih mahfum, yang jelas lomba membaca Temberang hanyalah lomba sederhana untuk menyemarakkan kampung, hanya saja bertaraf Nasional karena kehadiran salah satu juri yang spesial. (JM)