SYAIR tergolong puisi lama yang patut dibanggakan. Di dalam masyarakat Melayu, syair digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan pendidikan, selain media hiburan. Kalau ada unsur hiburan pun, pastilah bukan hiburan sebarang hiburan.
Di antara unsur didaktik di dalam syair adalah pesan yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai budi pekerti. Karena didedahkan kepada kanak-kanak sejak mereka masih bayi dan didendangkan dengan irama yang khas, pesan yang disampaikan mampu meresap jauh sampai ke lubuk hati sanubari mereka. Oleh sebab itu, kanak-kanak yang biasa dididik dengan menggunakan media syair sejak kecil tak mudah melenyapkan nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka sampai bila-bila masa pun.
Ditinjau dari sudut bentuknya, syair dapat dikelompokkan atas dua macam: syair naratif dan syair non-naratif. Syair naratif adalah syair yang bercerita: ada tokoh, alur, latar, dan sebagainya sehingga amanat lengkapnya baru diperoleh setelah kita mendengar atau membaca seluruh rangkaian syair yang membangun cerita secara utuh. Syair Abdul Muluk (1846) karya Raja Ali Haji rahimahullah, misalnya, amanatnya baru dapat disimpulkan setelah kita membaca rangkaian syairnya yang terhimpun dalam satu buku lengkap. Sebaliknya, syair non-naratif tak bercerita dan berupa syair lepas yang amanatnya secara utuh terdapat di dalam setiap baitnya.
Syair merupakan khazanah kesusastraan Melayu yang umumnya juga memuat nilai karakter. Kandungan nilainya beraneka ragam, dari yang bersifat religius sampai kepada hanya manusiawi. Tak jarang terjadi, syair pun memadukan mitos ketuhanan dan kemanusiaan sekaligus. Oleh sebab itu, pelbagai nilai kehidupan dapat dipetik dari gubahan syair yang bermutu.
Wahai ananda dengarlah pesan Ingatlah Allah janganlah bosan Kerjakan suruh-Nya larangan dijauhkan Bacalah kitab dan alam sekalian
Syair “Mengingat Allah” di atas mengungkapkan pesan untuk melaksanakan suruhan dan menjauhi larangan Tuhan. Selain itu, tertera juga nasihat untuk rajin membaca, baik membaca buku (kitab) maupun membaca tanda-tanda alam (lihat larik ke-4). Hanya dengan begitu manusia akan memperoleh ilmu pengetahuan yang komprehensif: teoretik (di dalam buku) dan praktik (belajar dari fenomena alamiah). Dengan demikian, syair di atas mengandungi nilai religius dan gemar membaca.
Ananda juwita lagi rupawan Dunia ini banyak cobaan Pertolongan kawan boleh diharapkan Upaya sendiri hendak didahulukan Syair “Cobaan Dunia” di atas juga beramanat ganda. Pertama, dianjurkan untuk mendapatkan pertolongan sahabat dalam hidup ini. Akan tetapi, kedua, yang harus diutamakan ialah upayakan sendiri lebih dahulu apa pun yang diharapkan sebelum meminta bantuan orang lain. Dengan demikian, syair di atas mengetengahkan nilai persahabatan/komunikatif dan mandiri. Nilai-nilai itu sangat penting untuk membentuk karakter manusia. Satu lagi harus diingati Jangan pula engkau jahati Hutan dan padang dikau hidupi Jagalah ia sepenuh hati
Syair “Hutan dan Padang” pula mengandungi nilai karakter peduli lingkungan. Lingkungannya adalah hutan dan padang rumput (Hutan dan padang dikau hidupi). Pembaca syair itu diamanahkan untuk menjaganya dengan sepenuh hati dan tak merusakinya (Jangan pula engkau jahati).
Anandaku belia muda bestari Hidup penuh onak dan duri Perangai lalai engkau hindari Malas dan leka musuh diri
Dengan membaca syair “Muda Bestari”, kita dimaklumkan bahwa hidup ini penuh dengan cabaran atau tantangan (Hidup penuh onak dan duri). Oleh sebab itu, adalah nista memelihara sifat lalai, malas, dan leka. Nilai karakter utama yang menyerlah pada syair itu tiada lain kerja keras. Manusia dituntut untuk bekerja keras agar berjaya dan mulia dalam hidup ini.
Pada syair “Kokok Ayam” berikut ini terekam pula nilai karakter rasa ingin tahu. Nilai itu sangat mustahak untuk membangunkan karakter suka mengamati dan mempelajari sesuatu untuk menambah perbendaharaan pengetahuan dan pengalaman hidup.
Apa gerangan ayam lakukan Di subuh hari kokok bersahutan Sepanjang hidupnya tiada bosan Walaupun akal tiada kedapatan
Ayam yang konon tak berakal ternyata melaksanakan tugas dalam hidupnya dengan konsisten. Subuh hari mereka sudah bangun sambil berkokok riang, langsung melaksanakan tugas hariannya dengan taat sampai ke petang. Mengapakah mereka mampu melaksanakan kesemuanya itu tanpa cela? Seharusnya, manusia mempelajari fenomena kesetiaan hewan itu dengan penuh rasa ingin tahu. Hewan mungkin tak mampu memikirkan perbuatannya, tetapi manusia wajib mengambil hikmah dan pelajaran dari gejala ayam berkokok itu.
Ibunda hanya mengandungkan ananda Dengan kasih membesarkan juita Tanpa negeri musafir lata Belalah ia dengan perkasa
Dengan syair “Bela Negeri”, Sang Ibu (boleh sesiapa saja) menegaskan bahwa dia memang mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya. Akan tetapi, perkara itu taklah lengkap, bahkan, dapat menyebabkan manusia hanya sekadar musafir yang melata dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu negeri ke negeri lain, jika tak ada tanah air tempat bernaung. Oleh sebab itu, manusia wajib membela tanah tumpah darahnya. Dengan demikian, syair itu menegaskan perihal pentingnya nilai karakter mencintai tanah air bagi setiap manusia.
Dengan syair semua amanat edukasi budi pekerti dapat disampaikan. Pengungkapannya yang khas, karena biasanya dinyanyikan secara mendayu-dayu, menjadi daya pikatnya tersendiri.
Para pendidik dapat menggunakan syair sebagai materi dan media pendidikan karakter bagi peserta didiknya. Dapat dipastikan ianya akan memberikan kesegaran pikiran, ketenangan jiwa, dan kecerahan nurani bagi para peserta didik. Selebihnya, proses pembelajaran pun menjadi lebih menarik jika para pendidik mahir melantunkan syair dengan pelbagai variasi lagu yang memikat.
Proses transfer ilmu menjadi lebih bermakna jika para pendidik melaksanakannya tak hanya dengan olah pikir, tetapi lebih-lebih dengan olah hati. Syair yang bermutu sanggup meruntuhkan tembok sanubari terangkuh sekalipun di dunia ini. Pasalnya, fungsi edukasinya memang telah teruji.***