RAJA Ali Haji rahimahullah, dalam Gurindam Dua Belas (1847), menempatkan satu pasal khas yang dilengkapi dengan tujuh bait untuk memerikan perhubungan manusia dengan syaitan dan atau iblis. Perkara yang menarik itu diperikan pada Pasal yang Kesembilan, bait 1—7. Pada akhirnya, kita memang harus memilih: berpihak kepada manusia atau, justeru, lebih tertarik berkongsi dan berkoalisi dengan syaitan.
Manusia memang awal-awal lagi telah diperkenalkan oleh Allah SWT dengan syaitan. Di antara pedoman mengenali syaitan dengan sifat, watak, dan perangainya itu termaktub di dalam firman ini.
“Wahai, orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, nescaya tak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan sesiapa pun yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (Q.S. An-Nuur, 21).
Syaitan atau iblis ternyata menjadi musuh terbesar manusia. Pasalnya, syaitan senantiasa mengajak, membujuk, merayu, menggoda, menuntun, bahkan dalam keadaan tertentu memaksa manusia untuk mengikuti jalan yang menjadi pilihan hidup mereka yaitu kesesatan yang nyata: melawan Allah.
Pelbagai siasat digunakan oleh syaitan untuk menjerumuskan manusia karena mereka iri hati dan cemburu kepada manusia. Pasalnya, Allah memberikan anugerah terlalu istimewa kepada manusia, yakni sebagai makhluk yang paling sempurna dan menjadi pemimpin di muka bumi. Syaitan, dengan pilihannya itu, rela menanggung semua konsekuensinya, termasuk mengingkari Sang Pencipta dan menerima padahnya pada hari kiamat!
Malangnya, di antara manusia, ada yang dengan suka rela dan suka cita menjadi penggawa, kepala pasukan, hulubalang, sekaligus hamba abdi syaitan yang menetapkan manusia sebagai sasaran dan musuh utama yang mesti dijerumuskannya. Oleh sebab itu, manusia seyogianya menghadapi syaitan dengan dua cara: menghindari dan atau melawannya. Dalam hal ini, manusia harus sanggup memagari dirinya dengan nilai budi pekerti mulia sehingga tak tergoda dan atau terpengaruh oleh syaitan.
Dalam Gurindam Dua Belas, Pasal yang Kesembilan, bait 1, diperikan perilaku atau perbuatan syaitan yang seyogianya dihindari.
Tahu pekerjaan yang tak baik tetapi dikerjakan
Bukanlah manusia ia itulah syaitan
Gurindam Dua Belas, Pasal 9, Bait 1
Bait di atas merupakan amanat pertama Gurindam Dua Belas dalam perhubungan manusia dengan lawan dan atau kawannya, syaitan. Manusia pastilah tak mendapatkan data yang pasti tentang jumlah syaitan yang gaib. Sayangnya, manusia juga tak sanggup menghitung syaitan yang nyata karena dari masa awal penciptaan manusia sampai setakat ini ada sangat banyak orang yang tahu suatu pekerjaan salah lagi buruk, tetapi tetap juga dilakukan. Ada yang dikerjakan karena memang pilihan hidup, himpitan hidup, cara hidup, tiruan hidup, dan atau bahkan memang gaya hidup. Yang pasti, hanya manusia yang mengerjakan pekerjaan yang benar dan baik dengan cara yang juga benar dan baiklah yang menjadi musuh syaitan. Syaitan sangat benci kepada mereka karena manusia seperti itu sangat taat kepada Allah. Dengan demikian, manusia dikatakan berbudi pekerti terala (mulia, luhur) jika tak mengikuti perbuatan syaitan, yakni menghindari perbuatan yang jahat.
Pasal yang Kesembilan, Gurindam Dua Belas, bait 2, mengingatkan manusia agar tak terjerumus menjadi pengikut syaitan atau iblis. Lagi-lagi, perangkap ini harus dihindari.
Kejahatan seorang perempuan tua
Itulah iblis punya penggawa
Gurindam Dua Belas, Pasal 9, Bait 2
Kata penggawa atau punggawa dalam bait gurindam di atas berarti ‘serdadu, tentara, kepala pasukan’. Hal itu berarti bahwa kepala pasukan iblis berwujud perempuan tua, yang tentulah jahat. Begitulah hebatnya siasat syaitan dan iblis untuk memerdayakan manusia.
Perempuan tua dari golongan manusia seyogianya menjadi suri tauladan. Dia sangat mangkus menjadi pembimbing manusia yang muda-muda ke arah kebaikan yang ditunjukkan dan disukai oleh Allah. Perempuan, lebih-lebih perempuan tua, seyogianya memiliki naluri keibuan, kelembutan, dan kasih sayang yang khas yang tak dimiliki oleh laki-laki.
Iblis sangat memahami kelebihan perempuan. Dengan meniru siasat Allah, iblis menggunakan perempuan tua untuk menjalankan misi dan mencapai matlamatnya. Tatkala Allah melapangkan jalan bagi manusia untuk menuju surga, iblis malah menutup jalan itu seraya membuat lebuh raya dan simpangan lain ke arah neraka melalui punggawanya. Hanya perempuan (tua) yang berhati cekal (teguh lagi tangguh) dan beriman sajalah yang mampu menangkis serangan itu dan pada waktu yang sama melakukan tindak balas terhadap tipuan iblis. Berhubung dengan itu, manusia dikatakan berbudi pekerti atau berkarakter baik jika dia memiliki sifat, sikap, dan watak tak menjadi pengikut syaitan.
Syaitan, menurut Gurindam Dua Belas, Pasal yang Kesembilan, bait 3, memiliki tempat untuk bermanja. Tempatnya pula sungguh istimewa, tentu di kalangan manusia juga.
Kepada segala hamba-hamba raja
Di situlah syaitan tempatnya bermanja
Gurindam Dua Belas, Pasal 9, Bait 2
Mengapakah tempat itu dianggap strategis oleh syaitan untuk bermanja-manja? Hamba-hamba raja (dalam konteks pemerintahan monarki pada masa lampau), para bawahan, para pembantu pemimpin, dan atau para pegawai (untuk konteks masa kini)—dengan bekal keahlian yang diajarkan syaitan—sangat potensial untuk merayu, membujuk, dan atau menyarankan raja atau pemimpin. Pasalnya, saban hari mereka bekerja membantu pemimpinnya, para kepala. Hanya pemimpin yang teguh, tegar, dan tegaslah yang tak mempan terhadap segala tipu muslihat syaitan itu. Dan, para hamba atau bawahan atau apa pun sebutannya, untuk setiap pergantian masa dan waktu, yang tak memberi sedikit pun ruang bagi syaitan untuk bermanja-manjalah yang memiliki budi pekerti yang terpuji.
Menurut Gurindam Dua Belas, syaitan-syaitan berada tak jauh dari sekeliling manusia. Pasalnya, di antara mereka, seperti yang tersurat dalam firman Allah, memang ada dari golongan manusia, selain jin (Q.S. Al-An’aam, 112). Oleh sebab itu, manusia sangat dituntut untuk senantiasa waspada jika tak mau disesatkan oleh syaitan, apatah lagi kalau mereka menyerupai manusia.
Orang muda-muda pula berpotensi untuk dijadikan tunggangan oleh syaitan. Dalam Gurindam Dua Belas, Pasal yang Kesembilan, bait 4, Raja Ali Haji mengemukakan perkara tersebut.
Kebanyakan orang yang muda-muda
Di situlah syaitan tempat berkuda
Gurindam Dua Belas, Pasal 9, Bait 4
Orang muda-muda senantiasa menjadi sasaran syaitan. Tenaga mereka masih kuat, paras dan rupa sedang elok-eloknya lagi memesona, gerak-gerik lincah ke mana pun perginya, keakuannya tinggi tiada duanya. Hanya satu saja celah kelemahannya: ilmu dan pengalaman belumlah seberapa, itu pun terkadang disangkalnya. Segala kelebihan dan lebih-lebih kekurangan itu diupayakan oleh syaitan untuk dimanfaatkan untuk memenangi pertarungannya menundukkan manusia.
Mereka yang bersedia bekerja sama dengannya diberi kesenangan duniawi yang tiada bertara walaupun sering sekejap saja. Akan tetapi, orang muda-muda yang mengenal agama tak pernah rela diperkuda atau dijadikan kendaraan merek tipu-daya oleh syaitan. Mereka adalah orang muda-muda atau pemuda tangguh yang memiliki budi pekerti yang mulia.
Syaitan juga, menurut Gurindam Dua Belas, lazimnya suka membuat perjamuan. Di lingkungan manusia, tempat perjamuan yang dipilih oleh syaitan dikemukakan pada Pasal yang Kesembilan, bait 5.
Perkumpulan laki-laki dan perempuan
Di situlah syaitan punya jamuan
Gurindam Dua Belas, Pasal 9, Bait 5
Syaitan sangat menyukai pergaulan dan atau perkumpulan laki-laki dan perempuan yang tanpa batas. Lebih-lebih yang paling digemarinya pergaulan yang tak menghiraukan nilai-nilai agama, budaya, dan adat-istiadat. Itulah jamuan yang teramat sangat lezat bagi syaitan yang terlaknat. Perilaku pergaualan laki-laki dan perempuan tanpa batas itu menjadi jamuan khas syaitan. Hanya laki-laki dan perempuan, yang walaupun mereka bergaul dan atau berkumpul, tetapi dibentengi dan diperkasa oleh akidah agama dan nilai-nilai adat-istiadat yang baik, syaitan sangat takut untuk mendekatinya, apatah lagi menjadikannya sebagai jamuan. Laki-laki dan perempuan tangguh seperti itulah yang memiliki budi pekerti yang patut ditauladani. Pasalnya, mereka mampu mengindari bujuk rayu dan atau godaan syaitan, yang sering membuat manusia kesetanan.
Jangankan orang muda-muda, orang tua-tua pun dapat menjadi sasaran empuk syaitan. Gurindan Dua Belas, Pasal yang Kesembilan, bait 6, menegaskan perihal orang tua-tua yang tak dapat dipengaruhi oleh syaitan.
Adapun orang tua yang hemat
Syaitan tak suka membuat sahabat
Gurindam Dua Belas, Pasal 9, Bait 6
Ungkapan hemat yang digunakan dalam bait gurindam di atas berarti ‘arif, bijaksana’. Di dalamnya juga terkandung maksud ‘teliti’ atau ‘saksama’ dalam menjaga dan menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan Allah. Orang tua-tua seperti itu senantiasa memagari dirinya, orang muda-muda, dan lingkungannya dari cemaran yang hendak diupayakan oleh syaitan kepada manusia. Orang tua-tua yang hemat berani menegakkan amar makruf nahi mungkar di mana pun dan dalam situasi apa pun mereka berada.
Pedomannya hanya satu: kebenaran yang sesuai dengan petunjuk Allah. Takutnya pun hanya satu: kepada Allah. Bukankah hidup dan mati hanya karena Allah? Tak ada tempat untuk bersubhat. Merekalah orang tua-tua yang tergolong berbudi pekerti mulia atau berkarakter baik, yang jati dirinya tak terjejas selamanya sehingga dikasihi Sang Khalik.
Sampailah pada penutup Gurindam Dua Belas, Pasal yang Kesembilan. Bait 7 karya itu menampilkan keperkasaan orang muda-muda.
Jika orang muda kuat berguru
Dengan syaitan jadi berseteru
Gurindam Dua Belas, Pasal 9, Bait 7
Orang muda-muda atau para pemuda yang rajin menuntut ilmu (berguru) memungkinkan khazanah pengetahuan, pengalaman, dan keimanan mereka terus bertambah. Pemahamannya tentang fenomena kehidupan dari kegiatannya berguru atau menuntut ilmu membuat mereka mampu membedakan kasa dan cindai: buruk dan baik; salah dan benar. Mereka mengetahui bahwa syaitanlah musuh utama manusia yang harus dilawan sampai ke tetesan darah yang penghabisan atau sampai ke hembusan napas yang terakhir.
Orang tua beriman merupakan hal yang tak terlalu istimewa. Akan tetapi, pemuda bertakwa merupakan kualitas budi pekerti karunia Ilahi yang sangat patut disyukuri. Mereka tampil sebagai orang muda yang unggul lagi perkasa sehingga syaitan pun tak mampu melawannya. Alhasil, mereka keluar sebagai pemenang, bukan sebagai pemuda sekadar, tetapi sebagai manusia yang jati dirinya dan karakternya dapat dibanggakan oleh semua orang.
Raja Ali Haji sangat patut dan benar berwasiat agar manusia tak melakukan pekerjaan dan tak menjadi pengikut syaitan. Pasalnya, selain dari pedoman Allah SWT, Rasulullah SAW juga sangat banyak memberi petunjuk tentang bagaimanakah sesungguhnya sosok syaitan dengan segala sepak terjangnya ketika berhadapan dengan manusia.
Dari Sabrah bin Abi Al-Fakah beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya, syaitan selalu duduk (menggoda) di semua jalan kebaikan anak Adam. Dia duduk di jalan Islam sambil berkata, ‘Mengapakah kamu masuk Islam dan meninggalkan agamamu, agama bapak dan nenek moyangmu?’ Lalu, hamba itu tak menghiraukannya dan dia tetap masuk Islam. Kemudian, syaitan duduk di jalan hijrah sambil berkata, ‘Mengapakah kamu berhijrah dan meninggalkan tempat tinggal dan hartamu?’ Hamba itu tak memedulikannya dan dia tetap berhijrah. Kemudian, syaitan duduk di jalan jihad, yakni jihad jiwa-raga dan harta, lalu berkata, ‘(Kalau kamu berjihad), kamu saling membunuh dan kamu akan terbunuh, istri kamu akan dinikahi oleh orang lain dan hartamu akan dibagi-bagi.’ Hamba tadi tak memedulikannya, dia pun tetap berjihad. Rasulullah SAW lalu bersabda, “Barang siapa yang melakukan hal demikian, lalu dia mati, maka hak atas Allah untuk memasukkannya ke surga,” (H.R. Ahmad dan An-Nasa’i).
Jelas dan terang-benderang sudah segalanya. Syaitan senantiasa menghadang manusia untuk melakukan perbuatan yang benar, baik, lagi terpuji, yang sejatinya menjadi kewajiban manusia. Untuk menjalankan misinya itu, syaitan atau iblis terus dan selamanya melakukan segala tipu-dayanya kepada manusia. Duduk perkaranya telah diungkap dengan bijak dalam Gurindam Dua Belas. Tinggal lagi, pilihannya tetap pada kita: hendak berdiri tegap bersama manusia atau malah memilih berangkulan mesra dengan syaitan seraya berpikir geli, “Siapakah lagi yang hendak ditipu?” Pasalnya, dua merek ini, tipu-tipu dan tipu-daya, memang rakitan kilang atau pabrik muka dua. Asli buatan syaitan.***