TANJUNGPINANG- Pasca pembukaan lomba perahu naga di pentar IIÂ Tanjungpinang, kini Walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah membuka acara serupa di Pelantar III. Dalam sejarahnya, agenda tahunan warga Tionghoa yang berada di sekitaran pelantar kerap melangsungkan ritual pacu perahu naga untuk sembahyang keselamatan laut.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu panitia yang terlibat, Fery beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, tidak hanya bertujuan untuk sembahyang keselamatan laut namun juga mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat pedagang, “Kalau ada acara, pasti ramai, nah dengan ramai, para pedagang tentu juga mendapat untung. Yang jelas sembahyang laut ini sudah sejak dulu dibuat,” Â Kata dia yang menjelaskan tanggal pelaksanaan setiap bulan ke-5 Tahun Imlek, tepatnya di tanggal 12 pada kalender China.
Data dari berbagai sumber menjelaskan bahwa Lomba perahu naga ini (Dragon Boat) atau Mandarinnya disebut Duan Wu Jie berasal dari salah satu perayaan budaya tradisionil Tiongkok yang sudah berumur lebih dari 2000 tahun. Perlombaan ini dirayakan biasanya pada bulan 5 pada penanggalan kalendar Lunar setiap tahunnya atau jatuh pada bulan Juni pada penanggalan internasional (Gregorian).
Sementara Lis berharap, agar tradisi tersebut senantiasa mampu dijaga oleh tangan-tangan generasi muda, meskipun ditengah arus kemajuan tekhnologi, “Saya yakin dan percaya, siapapun kita dan apapun suku serta agama kita tentu punya harapan dan keinginan yang baik, tinggal bagaimana kita terus mampu menjaga keharmonisan ini,” Bebernya yang turun langsung ke gapura laut perahu naga.

###LEGENDA
Berdasarkan sumber yang terangkum dari Budaya-Tionghoa.Net dikisahkan Menurut legendanya seorang mantan menteri dan penasihat kaisar yang jujur dan setia, Qu Yuan (340-278 SM), difitnah dan dipecat dari kerajaan Chu pada jaman periode negara-negara berperang (475-221 SM), Qu Yuan kemudian menjadi rakyat jelata dan seorang penyair serta pujangga yang terkenal di Tiongkok.
Qu Yuan (340-278 SM), melakukan bunuh diri dengan meloncat ke sungai Miluo (propinsi Hunan) sebagai bentuk protes dan kekecewaannya atas perilaku pejabat lainnya yang menyebabkan kekalahan negara Chu oleh Qin sejak kepergiannya.
Rakyat yang merasa kehilangan Qu Yuan yang dicintainya itu, berupaya untuk mencari jenazahnya, mereka melemparkan nasi yang dibungkus daun (bakcang / zongzi) kedalam sungai sebagai umpan pengalih ikan, agar ikan-ikan tersebut tidak memakan jenazah beliau.
Penduduk setempat mencari jenazah Qu Yuan dengan menggunakan perahu sambil memukul tambur agar para ikan pergi menjauh. Dari sinilah lahir sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa untuk mengenang Qu Yuan setiap tahunnya. (jm)