Oleh: Aswandi Syahri
DIAWALI oleh Bilal Abu dengan karyanya yang berjudul Syair Siti Zawiyah (1820-an), Pulau Peyengat memasuki masa-masa yang subur dalam dunia kesusastraan Melayu sepanjang abad 19.
Pada masa-masa itu, Pulau Penyengat menjadi tempat jantung sastra dan literasi, dalam tamadun Melayu kerajaan Johor-Riau-Lingga, berdenyut dengan kerasnya. Bahasa Melayu Tinggi terpelihara dengan baik dan dipergunakan sebagai alat untuk menuliskan karya-karya literasi yang piawai.
Barbara Watson Andaya dan Virginia Matheson dalam eseinya “Islamic Tought and Malay Tradition: The Writing of Raja Ali Haji of Riau ca1809-ca1870” (1983), menyebut karya-karya yang dihasilkan di Pulau Peyengat masa itu berakar kuatnya dalam tradisi kesusastraan Melayu-Islam dan mencerminkan kesungguhan untuk mencatat serta mengerti masa lalu. Selain itu, tidak sedikit dari karya literasi pada masa itu yang merekam etika dan adab dalam pemerintahan, yang digubah dalam bentuk syair, menggunakan bahasa Melayu yang indah.
Salah satu diantaranya adalah Syair Nasihat, sebuah syair awal dalam korpus syair Raja Ali Haji dari Pulau Penyengat. Teks Melayu Syair Nasihat ini untuk pertamakalinya dipublikasikan lengkap dengan terjemahannya dalam bahasa Belanda yang berjudul Raadgeving (Nasihat) oleh E.[Eliza] Netscher dan dimuat dalam Tijdschrift voor Indische Taal,- Land En Volkenkunde, Deel VII, Batavia, 1858, hal, 67-72.
Namun demikian, terdapat kekeliliruan yang harus diluruskan dalam judul dan pengantar terjemahan Netscher atas syair itu yang diberinya judul Raadgeving Maleisch Gedicht van Radja Ali, Onderkoning van Riouw Met Eene Vertaling van E. Netscher [Nasihat Syair Melayu dari Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau dengan sebuah Terjemahan dari E. Netscher].
Ya, Netscher menyebut syair itu ditulis oleh Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII atau Raja Ali Marhum Kantor yang memerintah antara tahun 1844 hingga 1857. Karena itulah dalam paragraph pembuka pengantarnya untuk syair itu, Netscher menlis, “Het volgende, korte gedieht is door den onderkoning van Riouw, Radja Ali, gerigt aan een zijner vrienden, ambtenaar te Batavia” [Berikit, sebuah syair pendek oleh Yang Dipetuan Muda Riau, Raja Ali, yang ditujukan kepada sahabatnya, seorang pegawai pemerintah di Batavia].
Benarkah syair ini dikarang oleh Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau? Tampaknya Netscher keliru dan kekeliruan itu cukup lama menjadi kekeliruan bersama yang selalu diulang-ulang dalam penjelasan tentang syair ini, seperti oleh Hasan Junus dkk dalam Raja Ali Haji dan Karya-Karyanya (1996: 169-170).
Kekeliruan Netscher berpunca dari kurangnya informasi tentang silsilah raja-raja dan kerabat diraja Riau dan karya-karya sastra dari Pulau Penyengat ketika itu. Terlalubanyak nama Ali dalam keluarga diraja Riau ketika itu. Namun hal ini dapat dimaklumi karena ketika itu, Netscher, yang kemudian menulis buku sejarah Riau-Liangga versi Belanda Nederlanders in Djohor en Siak (1870) yang sangat terkenal, dan selalu disanding bandingkan dengan Tuhfat al-Nafis karya Raja Ali Haji yang juga terkenal dalam historiografi Riau-Lingga belum lagi bermastautin di Tanjungpinang sebagai Resident van Riouw.
Akan tetapi kini, tak dapat disangkal lagi bahwa Syair Nasihat ini adalah salah satu syair awal karya Raja Ali Haji. Barang buktinya yang sulit untuk disangkal ada dalam bait-bait syair yang munasabah yang mengiringi bagian akhir kitab Tsamarat Al Muhimmam, dan sekaligus menjadi keringkasan isi kitab adab dan pedoman pemerintahan Melayu-Islam karya Raja Ali Haji.
Bait-bait Sayair Nasihat ini jelas sekali dikeluarkan dari bait-bait syair yang menjadi penutup Tsamarat al-Muhimmah, yang kemudian diubah suai menjadi sebuah syair baru berjudul Nasihat, yang ditujukan sebagai dan nasehat kepada seorang sahabat Eropanya, yang juga seorang pejabat pegawai pemeritah, seorang ambtenaar, di batavia. Dari tujuh belas bait isi Syair Nasihat ini, maka dua belas bait diantaranya persis sama dengan bait-bait dalam syair yang dimuat pada bagian akhir Tsamarat al-Mihimmah.
Saya rasa, frasa dalam pengantar Netscher yang menyebutkan bahwa syair ini ditujukankan “..kepada sahabatnya, seorang pegawai di Batavia” [“…gerigt aan een zijner vrienden, ambtenaar te Batavi”, ada hubungannya dengan pakar bahasa Melayu Roorda van Eisinga, seorang ambtenaar Belanda, sahabat Raja Ali Haji yang pernah dikiriminya naskah Syair Abdul Muluk (Roorda kemudian menyadur syair itu dan menerbitkannya dalam Tijdschrift van Nederlandsch Indie pada tahun 1847).
Kuat dugaan bahwa selain Gurindam Dua Belas yang kemudian diterjemahkan dan diterbitkan juga oleh Netscher, (dalam Tidschrift van Het Bataviaasch Genootschaap tahun 1854) maka Syair Nasihat adalah salah satu karya Raja Ali Haji yang juga dikirimnya kepada Roorda van Eisinga, dan kemudian “jatuh” ke tangan Eliza Netscher yang ketika itu sedang “tagihnya-tagihnya” dengan sastra dan bahasa Melayu, khususnya yang berasal dari Riau-Pulau Penyengat.
Apalagi, di mata Netscher ketika itu, karya-karya prosa dan puisi dari Pulau Penyengat ketika itu, kaya dengan kosa kata baru yang sangat berguna untuk pembuatan kamus (kamus Belanda-Melayu, tentunya).
Coba simak pengantarnya untuk Syair Nasihat ini. Netscher menyebut Syair Nasihat ini sebagai salah satu contoh karya yang menandai riuhnya penulisan karya sastra prosan dan puisi (gedichten en prozawerken) di Riau-Pulau Penyengat ketika itu. “…Van daar dat te Riouw in de laatste jaren een aantal gedichten en prozawerken zijn geschreve…” tulis Netscher.
Di bawah ini adalah isi lengkap Syair Nasehat yang tarikh selesai penulisannya sama dengan tarikh selesainya penulisan Tsamarat al-Muhimmah pada tahun 1858. Dialihaksarakan dari teks tulisan jawi yang diterbitkan dalam Tijdschrift voor Indische Taal,- Land En Volkenkunde, Deel VII, Batavia, 1858, hal, 69-70.
Dengarkan tuan ayahanda berperi
Kepada anakda muda bestari
Jika benar kepada diri
Nasehat kebajikan ayahanda beri
Ayuhai anakda muda remaja
Jika anakda mengerjakan raja
Hati yang bathil hendaklah disahaja
Serta rajin pada bekerja
Mengerjakan Gubernemen janganlah malas
Zahir dan bathin janganlah culas
Jernihkan hati hendaklah ikhlas
Seperti air di dalam gelas
Jika anak menjadi besar
Tutur dan kata janganlah kasar
Janganlah seperti orang yang sasar
Banyaklah orang menaruh gusar
Tutur yang manis anakda tuturkan
Perangai yang lembut anakda lakukan
Hati yang sabar anakda tetapkan
Kemaluan orang anakda pikirkan
Kesukaan orang anakda cari
Supaya hatinya janganlah lari
Masyhurlah anakda di dalam negeri
Sebab kelakuan bijak bestari
Nasihat ayahanda anakda pikirkan
Keliru syaitan anakda jagakan
Orang ber’akal anakda hampirkan
Orang jahat anakda jauhkan
Setengah orang besar pikir yang keliru
Tiada mengikut pengajaran guru
Tutur dan kata haru biru
Kelakuan seperti anjing pemburu
Tingkah dan laku tidak kelulu
Perkataan kasar keluar selalu
Tidak memikirkan orang ampunya malu
Bencilah orang hilir dan hulu
Itulah orang ‘akalnya kurang
Menyangka dirinya pandai saorang
Takbur tidak membilang orang
Dengan manusia selalu berperang
Anakda jauhkan kelakukan ini
Sebab kebencian tuhan rahmani
Jika dibawa kesana kesini
Tiada laku suatu diwani
Setengah yang kurang ‘akal dan bahasa
Sangatlah gopoh hendak berjasa
Sara’ dan ‘adat kurang periksa
Seperti harimau mengejar rusa
Kesana kemari langgar dan rempoh
Apa yang terkena habislah roboh
Apa yang berjumpa lantas dipelupoh
Inilah perbuatan sangat ceroboh
Patut juga mencari jasa
Kepada raja yang itu masa
Tetap dengan budi dan bahasa
Supaya negeri ramai termasa
Apabila perintah lemah dan lembut
Semua orang suka mengikut
Serta dengan malu dan takut
Apa2 kehendak tidak tersangkut
Jika memerintah dengan cemeti
Ditambah dengan perkataan mesti
Orang menerimaan sekit hati
Barangkali datang fikir hendak mati
Inilah nasihat ayahanda nin tuan
Kepada anakda muda bangsawan
Nafas yang jahat anakda lawan
Supaya kita jangan tertawan
Habislah nasihat habislah kalam
Ayahanda memberi tabik dan salam
Kepada orang masehi dan Islam
Mana2 yang ada berkerja di dalam.***