JAWABAN dari pertanyaan itu diperoleh dari Naples, Italia. Pengujung 2013 silam, rombongan Dewan Kesenian Kepulauan Riau bertolak ke negeri Pizza. Undangan itu datang dari Universitas Naples. Perguruan tinggi ini memiliki program fokus kajian tentang kesenian Indonesia berbasis topeng yang dalam studinya bekerja sama dengan Universitas Negeri Jakarta.
Kemudian oleh Asosiasi Tradisi Lisan, diusulkan penampilan teater Makyong, mengingat kesenian ini juga menggunakan topeng sebagai instrumen intinya.
“Tanggapan orang Eropa dengan Makyong sangat luar biasa,” kenang Husnizar, yang berperan sebagai Awang Pengasuh pada pertunjukan berdurasi 40 menit itu.
Sebagai sebuah produk kesenian, Makyong adalah perwujudan kompleksitas kesenian itu sendiri. Makyong bukan serta-merta pertunjukan teater belaka.
Menurut Husnizar lebih kompleks dan komplet dari kesemua itu. “Dalam Makyong itu ada seni rupa yang diwujudkan dalam bentuk estetis topengnya, ada seni tari, ada seni musik, seni sastra di bangun naskahnya dan tentu saja seni peran untuk membawakan naskah itu yang juga menuntut seni vokal,” ungkapnya.
Baca Juga: Cina dalam Makyong
Khusus pada penggunaan topeng, ada pengalaman tersendiri ketika tampil di Naples. Lubang mata pada topeng Makyong yang kecil diperkarakan Husnizar. Karena hal itu menyulitkan gerakannya di atas pentas. Tapi rupanya, kerisauan itu terjawab lewat seorang profesor yang hadir dalam pertunjukan itu.
“Lubang pada mata topeng itu memang didesain sangat kecil. Sehingga membuat sang aktor kesulitan berlagak layaknya manusia. Dari situ timbul polah aksi yang berbeda dari tingkah manusia saban harinya. Kalau gerakan ketika menggunakan topeng masih sama, buat apa pakai topeng,” kata Husnizar menyitir penjelasan seorang profesor yang ditemuinya.
Baca Juga: Ketika Presiden Soeharto Kepincut Makyong
Menurut profesor tersebut, lanjut Husnizar, kecilnya lubang mata topeng membuat para pelakon bisa menginterpretasi gerakan-gerakan alam. “Malah kalau bisa seperti gerakan burung atau hewan lainnya,” ujarnya.
Penerima Anugerah Jembia Emas lantas berpikir jenaka; apakah orang-orang tua dulu secara kebetulan saja membuat lubang kecil di mata topeng Makyong? (jm)