Pulau Pengujan Abad 19

Dari  Artefak Hindu Hingga Pondok Raja Ali Haji

Dalam sebuah laporannya tentang Kepulauan Riau-Lingga pada tahun 1855, Letnan Angkatan Laut Belanda  G.F. De Bruyn Kopsantara lain mencatat adanya temuan sejumlah artefak yang berasal dari pendukung kebudayaan Hindu pada sejumlah tempat di daerah pesisir Teluk Bintan.

Pada pertengan abad ke-19 itu, di beberapa tempat seperti Keter, Keke, dan Pulau Pengujan di Teluk Bintan, ditemukan sejumlah artefak tinggalan arkeologis yang berasal dari kebudayaan Hindu, sepert: berbagai ornament dari emas murni yang halus buatannya, patung-patung dewa agama Hindu, gelang yang terbuat dari emas, piring, cangkir porselin, sejumlah jambangan, dan artefak lain.

Menurut Bruyn Kops, terdapat kemiripan antara artefak yang ditemukan pada beberapa tempat di Teluk Bintan tersebut dengan barang-barang sejenis yang ditemukan di pantai Coromandel, khususnya di sebelah Tenggara  pantai India di Teluk Benggala.

Terkait dengan informasi tentang artefak kebudayaan Hindu di Pulau Pengujan tersebut, dilaporkan pernah dilakukan sebuah penggalian liar oleh penduduk tempatan pada zaman pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VIII, Raja Ali Marhum Kantor. Dari hasil penggalian liar itu berhasil diteemukan sisa-sisa tulang belulang, pinggan berhiaskan bunga, dan sejumlah mangkuk yang berhiaskan emas

Dari sejumlah tempat di sekitar Teluk Bintan itu, tampaknya Pulau Pengujan mempunyai kedudukan yang penting sejak sebelum kerajaan kerajaan Johor berpusat di Hulu Sungai Riau. Bahkan, setelah reorganisasi pemerintahan Keresidenaan Riouw pada 1870, di Pulau Pengujan pernah ditempatkan seorang Controleur Belanda untuk mengatur kawasan District Bintan.

Keramat Panjang

Salah satu situs sejarah yang sangat tekenal di Pulau Pengujan adalah sebuah makam tua yang kini dikenal sebagai ”keramat panjang.” Situs ini juga pernah dilaporkan oleh J.G. Schot dalam sebuah laporannya yang berjudul “Bijdrage tot Kennis van Oud Bintan” (Sumbangan Bagi Pengetahuan Tentang Kawasan Bintan Lama) pada akhir abad ke-19. Ia menyebutnya groote kramat  (keramat besar). Nama atau penyebutan ini mungkin erat kaitannya dengan ukuran panjang makam tersebut yang mencapai lebih kurang 13 meter. Namun bagaimanapun, kini masyarakat setempat menyebutnya Keramat Panjang.

Ketika mengunjungi Pulau Pengujan pada tahun 1882, Schot melaporkan bahwa makam keramat ini sangat dimuliakan.Dipagari dengan dinding bata, dan dijaga dengan baik. Pada kedua bagian tengah dinding tembok makam ini diberi anak tangga untuk masuk ke bagian dalam makam yang ditandai dengan dua buah batu nisan.

Lokasi makam ini agak ke arah Utara dari sisi tengah kawasan bagian Timur Pulau Pengujan. Disekelilingnya juga terdapat sebaran makam-makam lain dengan ukuran lebih kecil dan usianya lebih muda. Menurut Schot, makam-makam kecil yang tersebar di sekitarnya adalah makam orang-orang yang dulu pernah tinggal di sekitar makam keramat tersebut.

Sejak dahulu, makam keramat di Pulau Pengujan telah menjadi tempat ziarah yang sangat terkenal: tempat orang-orang berkaul dan tempat raja-raja Riau membayar nazar, sebagaimana djelaskan oleh Raja Ali Haji dalam sebuah penjelasannya tentang Pulau Pengujan yang dilampirlan dalam surat kepada Von de Wall bertarik 10 Maret 1869: “Adalah pulau [Pengujan] itu ada kubur keramat.Konon, daripada masa dahulu kala tempat raja2 bermain2 dan tempat orang berkaul dan bernazar daripada selamat [dari] bala[k].”

Dalam sepucuk surat kepada Von de Wall yang bertrikh 11 Juni 1872,  Raja Ali Haji juga menjelaskan adanya tradisi ziarah ke makam keramat di Pulau Pengujan pada setiap Hari Raya Idul Adha. Ada kalanya juga, orang berziarah ke tempat ini dalam rangka membayar nazar dengan cara mendirikankan panji-panji tiang bendera,. Raja Ali Haji juga pernah melakukannya. Bahkan hingga masa kini, tradisi bernazar dengan memasang panji-panji atau bendera warna putih masih dilakukan.

Sejauh ini, belum ada informasi akurat tentang siapa yang dimakamkan di Keramat Panjang Pulau Pengujan. Bahkan penduduk yang ditemui J.G. Schot ketika mengunjungi pulau itu pada tahun 1883, tidak mengetahui dengan pasti asal-muasal makam tersebut.

Namun demikian, menurut Schot,  ada satu cerita yang amat popular tentang makam ini: “Makam ini dipercayai sebagai kuburan masal pahlawan-pahlawan Melaka [yang gugur] tatkala menentang penyerangan Portugis ke [Pulau] Bintan, basis kekuatan kerajaan Melayu setelah Melaka dikalahkan. Menurut Riwayat, dalam perang itu sebuah perahu perang Melayu terbakar, di dalamnya ditemukan sejumlah pahlawan yang telah gugur, hanyut ke pantai Pulau Pengujan. Perahu dan jenazah-jenazah yang tidak dikenal lagi itu telah dikubur secara bersama-sama di pantai pulau itu. [kubur perahu dan pahlawan-pahlawan Melaka] Itulah kemudian terkenal dengan sebutan “Makam Panjang” .”

Sembilan Podok Raja Ali Haji

Selain Pulau Penyengat, maka Pulau Pengujan di Teluk Bintan adalah tempat yang penting dalam kehidupan Raja Ali Haji.

Sebagaimana dapat dibaca dalam sepucuk suratnya kepada Herman von de Wall, Raja Ali Haji tampaknya mulai membangun sembilan buah pondok berdinding kajang dibawah naungan pohon niur(kelapa), tempat beliau mengajar anak-anak mengaji dan juga tempat “mengasingkan diri” dan menulis di pulau itu. Dalam sepucuk surat kepada Von de Wall yang ditulis pada bulan Oktober 1862, Raja Ali Haji mengatakan:

Insya Allah taala nati kita balik dari Pengujan kita hendak ziarah jaga kepada sahabat kita, sebab kita ada sedikit lagi kerja kita di Pengujan menyudahkan pondok2 tempat anak2 yang mengaji2, melapangkan ia.Satu hari boleh bermain2 di situ serta boleh bercakap2kan pendapatannya.Sebab itu tempat pun suci lagi dapat angin berkeliling dan di bawah naung pokok niur. Adalah pondok yang kita buat itu sembilan buah, dindingnya kajang saja adanya.”

Sejak tahun 1862, Raja Ali Haji kerap berulang-alik mengayuh sampan antara Pulau Penyengat dan Pulau Pengujan. Selain mengajar anak mengaji, di Pulau Pengujan menulis sejumlah bahan, catatan, dan kata-kata yang dikumpulkannya untuk kamus Bahasa Belanda-Bahasa Melayu  yang sedang dikerjakan oleh Herman Von de Wall ketika itu.

Salah satu diantara sembilan podok yang dibangun Raja Ali Haji di Pulau Pengujan, sudah barang tentu juga berfungsi sebagai  kediamannya. Sebab, dari surat-suratnya kepada von de Wall, terlihat bahwa ada kalanya Raja Ali Haji tinggal dan beristirahat selama beberapa hari di Pulau Pengujan.

 Apalagi beliau juga berternak memelihara lembu di pulau itu. Tentang aktifitas Raja Ali Haji di Pulau Pengujan ini, juga disebutkan oleh Haji Ibrahim dalam sepucuk suratnya kepada von de Wall, yang bertarikh 30 Juni 1872: “…Maka adalah sahaya maklumkan, ini paduka Engku Haji mengantar sedikit daging lembu yang pelihara sendiri di Pengujan…”***

Hak Cipta Terpelihara. Silakan Bagikan melalui tautan artikel

Scroll to Top